![]() |
(Sumber: Internet) |
Pada Kongres IV
Partai Demokrat di Surabaya, 11-13 Mei 2015, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
kembali terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat. Terpilihnya SBY, dapat
disebut perwujudan strategi politik untuk mempertahankan eksistensi partai.
Tetapi kesediaan SBY untuk kembali menjadi ketum berbanding terbalik dengan
pernyataannya yang ingin mundur dari dunia politik setelah melepas jabatan
sebagai presiden.
Siapa yang
tidak mengenal SBY? Presiden keenam Indonesia periode 2004-2014 yang terpilih
dengan perolehan suara di atas 60 persen. Hal ini menjadi bukti pada pemilu
2004 lalu SBY bersama Jusuf Kalla telah berhasil meraih kepercayaan dan
eksistensinya.
Kembalinya SBY
menjadi Ketum Partai Demokrat menimbulkan berbagai tanggapan. Ada anggapan
bahwa SBY merupakan kader terbaik Partai Demokrat sehingga berhak memimpin
kembali partai tersebut. Mengingat, SBY merupakan satu-satunya kader Partai
Demokrat yang pernah menjadi Presiden Indonesia.
Tak hanya itu, perjalanan
karier SBY di dunia militer hingga politik Indonesia pun tak diragukan, banyak
prestasi telah dicapainya. Salah satunya, di akhir masa kepemimpinannya menjadi
presiden, SBY memberikan kado manis untuk Indonesia. Utang negara Indonesia
kepada International Monitery Found (IMF) berhasil dilunasi.
Keberhasilan
SBY itu memperkuat pengaruh dan eksistensinya. Semakin kuat pengaruh dan eksistensi kader, semakin kuat pula eksistensi
parpol. Eksistensi sangat diperlukan parpol. Demi mempertahankan eksistensinya,
partai yang identik dengan warna biru ini kembali memilih SBY sebagai
ketum yang dianggap memiliki kekuatan politik kuat.
Hingga
penutupan pendaftaran calon, tidak ada kader yang mendaftarkan diri ke dalam
bursa pemilihan Ketum Partai Demokrat. Menjadi calon tunggal dalam bursa
pemilihan seolah telah memastikan SBY kembali terpilih. Semua pemilik suara di Partai Demokrat
mengusung nama SBY. Mereka seakan menyadari dan sepakat bahwa kekuatan politik
SBY begitu besar.
Selain Partai
Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merupakan contoh parpol
yang memiliki kondisi bahkan taktik dalam mempertahankan eksistensi dengan baik.
Megawati Soekarno Putri memiliki daya tarik dengan menyadang nama belakang
Soekarno, sehingga secara tak langsung karier ayahnya sebagai presiden pertama
Indonesia seolah membayangi Megawati. Fakta itu menjadikan eksistensi Megawati
tetap kuat dan terus berpengaruh di PDIP.
Strategi
politik seperti ini, sebenarnya diterapkan juga oleh setiap parpol di
Indonesia. Memperkuat eksistensi suatu parpol merupakan hal alamiah. Jika
program kerja parpol bagus tetapi kader tidak mempunyai daya tarik serta pengaruh,
maka program kerja parpol akan sia-sia.
Kembali ke
kasus SBY, dalam beberapa kesempatan ia menyatakan akan mundur dari dunia
politik. Salah satunya, saat memberikan kuliah umum di Universitas Islam Negeri
(UIN) Jakarta pada akhir Desember 2014. Ia menyatakan, akan mundur secara
perlahan dari dunia politik Indonesia dan hanya akan memantau perkembangannya. Lantas,
kenapa sekarang ia terpilih lagi sebagai ketum?
Fakta mengenai
kondisi dunia politik Indonesia serta penyataan SBY yang berbanding terbalik
dapat mengecewakan beberapa kalangan. Namun, strategi dalam mempertahankan
eksistensi dalam dunia politik adalah hak bagi setiap parpol selama jika sudah
masuk dalam pemerintahan, parpol mendahulukan kepentingan rakyat dibanding
kepentingan organisasinya.
KA