Anjungan
Jawa Barat, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) berubah menjadi panggung yang
digunakan untuk Sarasehan Budaya, Peringatan Milangkala Himpunan Mahasiswa
Tasikmalaya (Himalaya) Jakarta. Irama Gamelan Degung dari Pojok Seni Tarbiyah
(Postar) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi
pembuka acara.
Alunan nada dari alat musik asli Sunda membuka penampilan tujuh
pemuda yang menamai diri mereka Himalaya Calung Symphoni (HCS). Enam pemain
membawa calung dengan bentuk dan fungsi berbeda, sedangkan pemain terakhir
berperan sebagai vokalis membawa alat musik gitar.
Para
pemain masuk beriringan sembil memainkan lagu Bebuka. Ketika musik berakhir,
Pemegang calung I yang bertindak sebagai dalang memperkenalkan pemain dengan
konsep humor. Dalang dengan nama Sabiq menyampaikan tujuan penampilan mereka.
“Saya prihatin karena alat musik yang sudah mau punah juga dimainkan oleh
pemain yang mau punah. Kenapa kita sebagai pemuda tidak melestarikannya,”
ujarnya dengan nada bergurau.
Perkenalan
dari HCS tidak henti mengundang tawa penonton, mereka membawakan lagu Samba
Lada yang menceritakan tentang ciri khas kuliner Sunda. Lagu tersebut diakhiri
dengan melodi gitar dan tepuk tangan dari penonton.Alunan musik Ciciling
menjadi pengganti berakhirnya lagu Samba Lada.
Sabiq
menawarkan diri menjadi penunggang Calung yang diibaratkan sebagai Kuda
diiringi lagu Kuda Lumping. “Itu kuda lumping, kuda lumping, kuda lumping,
dikasih minum,” setelah menyanyikan lirik akhir yang kata-katanya diganti oleh
para pemain, Sabiq berlari kearah penonton untuk diberi minuman.
Seketika
itu suasana menjadi penuh tawa karena kelucuan para anggota HCS. Setelah Sabiq,
beberapa pemain bergantian ingin menjadi penunggang kuda lumping. Naas bagi
Acep Nisbah yang memegang Calung bernama Kecrek. Ia bukannya mendapatkan
minuman seperti pemain lain, dia harus tidur di panggung dan diikat. Sabiq
langsung menutup penampilan. Semua pemain turun dari panggung dan meninggalkan
Acep sendirian.
Penampilan
HCS berakhir dengan memotong tumpengan sebagai rasa syukur karena Himalaya
sudah bertahan selama 12 tahun. “Meresapi Budaya, mengenali rasa, dan berbakti
kepada daerah asal adalah tujuan diadakan acara ini. Calung menampilkan lagu
khas Sunda agar para generasi muda bisa lebih mengenal budaya daerahnya,” ujar
Ketua Umum Himalaya, Irfan Sanusi.
Acara
yang juga dimeriahi oleh Postar UIN Jakarta, Jaka Sunda, Keluarga Mahasiswa
Islam Karawang (KMIK), Abdullah Wong, dan Tresna Sundara tak hanya dinikmati
oleh mahasiswa asal Sunda. “Saya bukan orang Sunda, tetapi saya menikmati acara
ini,” Ucap Mahasiswi Teknik Informatika, Nindy Raisa.
NYA