![]() |
(Sumber: Internet) |
Oleh: Ahmad Bahtiar*
Penggunaan Bahasa Indonesia dengan benar cermin sikap positif yang menimbulkan rasa
kebanggaan terhadap bahasa Indonesia. Selain itu, berbahasa Indonesia yang
benar merupakan cermin pikiran yang jernih, jelas, logis, dan teratur. Apabila
seseorang menggunakan bahasa dengan kacau balau, sudah tentu menggambarkan
jalan pikiran yang kacau balau pula.
Namun,
nyatanya masih banyak kesalahan berbahasa Indonesia yang kerap dilakukan secara
sistematis dan konsisten sehingga mencapai tahap salah kaprah. Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan salah
kaprah: kesalahan yang umum sehingga orang tidak bisa merasakan sebagai
kesalahan, atau dengan kata lain kesalahan yang tidak disadari pemakai bahasa
karena pemakai mengikuti kebiasaan yang salah dan kebisaan itu tidak pernah
diperbaiki.
Hal ini
tentu mengkhawatirkan karena yang benar menjadi salah, dan yang salah menjadi
benar. Apabila menjadi karakter bangsa, maka bukan tidak mungkin kita menjadi
bangsa yang bukan hanya “salah melulu,” tetapi menjadi bangsa yang
“kalah melulu”.
Berikut
kesalahkaprahan penggunaan bahasa Indonesia yang terjadi dalam berbagai aspek
kehidupan bangsa Indonesia. Penegak hukum yang memiliki satuan atau unit
perempuan adalah kepolisian. Satuan tersebut dikenal Polisi Wanita (Polwan). Penggunaan istilah tersebut merupakan bentuk
kesalahkaprahan.
Kenapa?
Jika beranalogi pada istilah lain yang menggunakan wanita, seperti pengusaha wanita dan wanita pengusaha, Polisi
Wanita berarti polisi yang mengurusi wanita seperti halnya Polisi Lalu lintas,
Polisi Udara, dan Polisi Militer. Oleh
karena itu, hendaknya dipakai Wanita
Polisi (Wanpol).
Bentuk
kesalahan lainnya ialah dikotomi bank di Indonesia. Selain ada bank Syariah,
juga dikenal bank konvensional. Bank syariah adalah lembaga kuangan yang
sifatnya Islami atau bank yang melakukan transaksi dengan sistem syariah. Kalau
mau konsisten, bukankah kata syariah itu harusnya dihadapkan dengan istilah
tidak syariah atau nonsyariah, sedangkan konvesional dengan modern.
Konsep
Islami yang dipakai bank Syariah justru konsep yang lebih awal datang
dibandingkan konsep bank yang tidak Islami. Karena itu, bank syariah lebih
tepat disebut bank konvensional.
Kesalahan
berlanjut pada penamaan PDAM, kependekan Perusahaan Daerah Air Minum. Di
Indonesia, yang dikenal air minum adalah air setelah direbus masak. Bukan
langsung dari keran lalu diminum. Di beberapa negara maju, definisi air minum adalah yang langsung dapat
dikonsumsi karena telah memenuhi air sehat.
Orang
Indonesia menggunakan air dari PDAM untuk mandi, mencuci pakaian, mencuci mobil
dan sebagainya. Air PDAM harus direbus dahulu agar dapat diminum. Oleh karena
itu, agar tidak salah kaprah mungkin lebih tepat diganti PDAB kependekan
Perusahaan Daerah Air Bersih.
Salah satu
upaya mengatasi kemacetan, Pemda DKI Jakarta mengadakan bus khusus yang
menggunakan jalan khusus. Namun, sepanjang jalan bus atau busway
tersebut terdapat beberapa tulisan kecuali busway; lintasan busway,
hanya untuk busway, dan khusus busway. Kata busway pada
frase di atas salah kaprah karena busway berarti jalan bus. Frase
tersebut harusnya diganti dengan nama bus angkutan penumpang untuk busway.
Misalnya, bus transjakarta atau bus batavia.
Kesalahkaprahan
lainnya yang berkaitan dengan kata bus ialah sering kita lihat di media cetak
dan elektronik, misalnya “Pemerintah menyediakan 1000 armada bus untuk
masyarakat yang akan mudik”. Kalau bus sebanyak 1000 armada berapa jumlahnya?
Tentu banyak sekali.
Kata armada
dalam KBBI berarti 1. rombongan (pasukan) kapal perang; 2. rombongan
kapal-kapal dagang; 3. rombongan satu kesatuan. Informasi pada media cetak atau
elektronik tersebut terdapat kerancuan berpikir dalam jumlah karena 1000 armada
bus berarti terdapat 1000 rombongan atau sekumpulan bus. Salah kaprah lagi
kalau seseorang minta dikirim satu armada taksi, padahal yang dimaksud hanya
satu.
Bentuk
terikat yang banyak digunakan ialah “poli” yang berarti banyak. Bentuk tersebut
melekat pada kata poliklinik yang berarti balai pengobatan umum. Beberapa rumah
sakit sering menulis polianak, poli-THT,
poli penyakit, dan sebagainya. Dengan demikian berarti banyak anak, banyak THT,
banyak penyakit dalam. Mungkin lebih
tepat menggunakan klinik anak, klinik THT, dan klinik penyakit dalam.
Bentuk poli
juga mengandung kesalahparahan pada penggunaan poligami. Selama ini masyakakat
mengartikan poligami sebagai sistem pernikahan yang membolehkan seorang pria
menikahi beberapa wanita secara bersamaan. Padahal, poligami dalam KBBI bermakna sistem perkawinan yang
salah satu pihak memiliki atau mengawini
beberapa lawan jenisnya di saat bersamaan. Dengan demikian poligami dapat
dilakukan pria atau wanita. Kalau wanita
disebut poliandri, sedangkan pria disebut poligini.
Salah satu
lagu yang mempopulerkan Once berjudul “Aku Mau”. Bait pertama lagu itu
terdapat kesalahankaprahan, kau boleh acuhkan diriku/menganggapku tak ada/tapi
takkan merubah/perasaanku kepadamu.
Kata acuh
selama ini digunakan untuk maksud tidak memperhatikan; tidak peduli. Padahal
dalam KBBI berarti peduli; mengindahkan.
Larik kau boleh acuhkan diriku berarti kau boleh peduli atau mengindahkan diriku. Padahal
maksudnya lagu tersebut harusnya, kau boleh tak acuhkan diriku. Penghilangan
kata tak pada kata acuh untuk maksud tidak memperhatikan; tidak peduli
dikarenakan pengaruh dialek bahasa
Betawi.
Orang
Betawi cenderung hemat berbahasa
sehingga sering disingkat khususnya dalam percakapan sehari-hari. Kalau mereka
bicara “tahu’ atau “tau” maksudnya (bukan artinya) tidak tahu, atau “ngerti” maksudnya tidak ”ngerti”.
Demikian
beberapa kesalahkaprahan bahasa Indonesia
yang harus segera diperbaiki atau tidak dipergunakan lagi agar kesalahan
tersebut tidak menjadi kekal. Penggunaan Indonesia yang benar akan menambah
rasa kesetiaan dan kebanggaan terhadap bahasa Indoneisa.
Penggunaan
bahasa Indonesia yang baik juga menunjukkan kecendekiaan pemakainya. Bukankah
bahasa itu menggambarkan identitas seseorang, sehingga ada ungkapan bahasa itu
menunjukkan apakah seseorang itu
beradab atau biadad.
*Penulis
adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum