Audit Itjen Kemenag menyatakan
sejumlah dosen UIN Jakarta tak memenuhi BKD. Dosen pun kocar-kacir memperbaiki
laporan BKD yang tak lengkap.
Awal Maret 2015, Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta mendadak sibuk dengan kedatangan tim auditor
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama (Kemenag) RI yang memeriksa
hasil penilaian Beban Kerja Dosen (BKD). Banyak ditemukan kasus dosen tak
memenuhi BKD. Dokumen yang tak lengkap menjadi salah satu alasannya.
Neneng
Sunengsih misalnya. Oleh Itjen, dosen Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) ini dinyatakan belum memenuhi BKD di
tahun 2013 dan 2014. “Dokumen saya di
bidang pengabdian masyarakat tahun 2013 dinyatakan kurang. Sedangkan tahun
2014, saya belum mengunggah dokumen di
bidang penelitian,” ujarnya, Jumat (24/4).
Sama halnya
Neneng. Burhanudin Milama, dosen Jurusan Pendidikan Kimia, FITK juga dinyatakan
tidak memenuhi BKD di tahun 2014 karena laporannya tidak lengkap. Namun, assessor
tak memberi keterangan jelas dokumen apa yang harus ia lengkapi.
Seperti yang
termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 37 tahun 2009 ayat 8. Di situ,
mengatur bahwa dosen harus memenuhi beban kerjanya minimal 12 SKS dan maksimal
16 SKS di setiap semester. BKD mencakup
tiga bidang, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan penulisan karya
ilmiah, serta pengabdian masyarakat.
Oleh karena
itu, laporan BKD menuntut dosen untuk selalu mendokumentasikan surat tugas dan
laporan kegiatan yang telah dilakukan. Namun, dalam praktiknya, tak sedikit
dosen mengabaikan. “Rata-rata dosen lupa di mana menyimpan dokumen yang
dibutuhkan,” tutur Kepala Pusat Audit
dan Pengendalian Mutu, Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Jakarta, Salamah Agung,
Jumat (17/4).
Untuk
melancarkan proses penilaian, LPM sebenarnya sudah melakukan sosialisasi kepada
dosen terkait pedoman umum laporan BKD online. Di situ, mengatur dosen
harus mengunggah laporan BKD-nya ke sistem informasi yang nantinya akan dinilai
assessor. Namun, selama proses sosialisasi, Salamah tak menampik banyak
dosen yang tidak hadir. Walhasil, saat audit Itjen pertengahan Maret lalu,
banyak dosen yang tak memenuhi BKD.
Neneng misalnya.
Saat sosialisasi, Ia mengaku tak mengikuti hingga akhir lantaran ada jadwal
mengajar. Ia juga mengaku, selama ini
dirinya sudah terbiasa bekerja tanpa surat tugas. Sehingga oleh Itjen, dokumen
BKD-nya di tahun 2013 dinyatakan tidak lengkap. Berangkat dari situ, menurut
Neneng, kini dosen mulai harus terbiasa dengan sistem BKD online yang
baru diterapkan selama setahun itu.
Lain lagi
dengan Burhan. Ia mengaku kesulitan mengumpulkan surat-surat tugas laporan BKD
yang kegiatannya tak didanai kampus. Pasalnya, surat tugas selama ini hanya
diberikan kepada dosen yang menjalankan tugas kampus. Sedangkan jika melakukan
sendiri tak ada surat tugas yang terbit sehingga perlu mengumpulkan surat
keterangan. “Karena selama ini kita belum biasa,” tutur Burhan, Jumat (24/4).
Tak hanya
dokumentasi berkas BKD yang kacau, menurut Salamah, selama ini UIN Jakarta
memang belum menerapkan sistem penilaian BKD secara komprehensif. Tak ada
penilaian yang terstruktur, serta jumlah assessor yang cukup.
“Keterbatasan dana membuat kami tak bisa menggaji assessor yang kompeten
dengan jumlah yang cukup,” ujarnya.
Sebelumnya,
Salamah menerangkan, assessor hanya menegur dosen lewat email
atau sistem informasi BKD jika terdapat dosen yang tidak melengkapi laporan
BKD-nya. Dan tak ada tindak lanjut. Sehingga tak banyak perkembangan dari
teguran itu. Baru setelah kedatangan audit Itjen, Salamah mengaku melakukan
penilaian komprehensif. “Bahkan untuk tiga semester sebelumnya,” katanya.
Saat ini,
UIN Jakarta memiliki 858 dosen yang telah tersertifikasi dengan 89 assessor.
Satu assessor dibebani 20 dosen yang telah tersertifikasi untuk dinilai
setiap satu semester. Padahal, satu dosen saja diaudit oleh dua assessor. “Bahkan, kalau bisa satu assessor 10
dosen saja, jangan terlalu banyak,” kata salah satu assessor BKD UIN
Jakarta, Abdul Halid, Rabu (15/4).
Selain itu,
persepi antarassessor terkait penilain pun berbeda. Burhan
misalnya, ia dinyatakan tak memenuhi BKD
karena dari kedua assessor yang menilai laporan BKD-nya berbeda pendapat. Salah
satu asessor menyatakan Burhan belum memenuhi BKD. Padahal, yang lain sudah
meloloskannya.
Ditemui di
ruangannya, Senin (20/4), Wakil Rektor (Warek) Bidang Akademik, Fadhilah
Suralaga membenarkan adanya kekurangan berkas pada laporan BKD dosen. Menurut
Fadhilah, selama ini dosen belum terbiasa dengan persoalan administrasi seperti
itu. Apalagi sesuai dengan Peraturan Rektor UIN Jakarta tahun 2013 tentang
Pedoman Pengaturan Beban Kerja Dosen, dosen harus melaporkan dokumen tersebut
setiap akhir semester.
Ke depan,
UIN Jakarta sedikit demi sedikit akan memperbaiki sistem ini. Kampus pun
nantinya akan berusaha untuk menambah fasilitas dosen untuk penelitian dan
pengabdian masyarakat. “Kami juga
mendorong dosen untuk melakukan penelitian yang bekerja sama dengan
mahasiswa atau universitas lain,” jelas Fadhilah.
Sampai saat
ini, data resmi mengenai jumlah dosen yang tak memenuh BKD dan dicabut
tunjangan profesi atau yang berkewajiban mengembalikan tunjangannya pada negara
belum ada. “Untuk jumlah saya belum bisa sebutkan, namun, jika dilihat dari
hasil temuan Itjen kemarin memang ada dosen yang dicabut dan harus
mengembalikan tunjangan profesinya,” tutup Fadhilah.
Erika Hidayanti