Tunjangan profesi ditahan,
sebagian dosen mulai resah dan bertanya-tanya.
Pihak LPM hingga keuangan turut angkat suara mengenai penahanan ini.
Setelah menunggu selama tiga
bulan, dana tunjangan profesi akhirnya turun. Namun, tidak semua dosen
tersertifikasi menerima tunjangan tersebut. Sebagian dari mereka menanyakan
alasan tunjangan profesinya yang belum juga turun.
Marhamah Shaleh, dosen Pendidikan
Agama Islam (PAI) mengaku belum mendapat tunjangan profesinya selama tiga bulan,
terhitung sejak Januari hingga Maret 2015. “Saya kira alasan belum turun itu
karena memang pembagiannya ke beberapa pihak dulu. Ketika dicek ke pihak
Lembaga Penjamin Mutu (LPM), katanya sudah dicairkan semuanya,” ujarnya, Selasa
(21/4).
Sekretaris Jurusan PAI itu
menerangkan, awal 2015 lalu Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama (Kemenag) memeriksa
penilaian Beban Kerja Dosen (BKD) dan dosen yang bermasalah dipanggil untuk
memperbaiki kekurangannya. Namun, ia tidak turut dipanggil. Setelah kembali
meminta klarifikasi dari LPM, Marhamah dinyatakan memiliki jabatan tetap di
universitas lain sehingga tunjangan profesinya ditahan.
Selain Marhamah, Neneng Sunengsih
juga belum menerima tunjangan profesinya. Dosen Pendidikan Bahasa Inggris (PBI)
ini mengaku, telah menyerahkan berkas-berkas sesuai dengan persyaratan BKD.
Namun, ia mendapat laporan bahwa dokumennya belum lengkap. “Saya langsung
koordinasi dengan Itjen, mereka bilang saya sudah aman. Ketika dosen lain sudah
cair tunjangannya, tapi kok saya belum menerimanya,” ujarnya, Kamis (23/4).
Neneng mengaku, ia tidak
mengunggah data penelitian tahun 2014 yang menjadi salah satu poin penilaian
dalam BKD. Neneng tidak dapat mengunggah dokumen melalui sistem online
karena sudah lewat batas waktu pengunggahan. Akibatnya, data tersebut tidak
dapat diunggah.
Untuk menilai mutu kerja, dosen
diharuskan mengunggah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan BKD mereka melalui
sistem online. Penilaian ini merupakan salah satu syarat agar dosen
mendapatkan tunjangan profesinya.
Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah (PP) 37 Tahun 2009 pasal 8 ayat 1 mengenai tunjangan profesi, dosen
dapat mendapatkan tunjangan profesi jika ia telah memiliki sertifikat pendidik,
melaksanakan tridarma perguruan tinggi, dan tidak terikat sebagai tenaga tetap
pada satuan kerja lain. Jika terbukti, maka tunjangan profesinya dicabut.
Salamah Agung, Kepala Pusat Audit
dan Pengendalian Mutu, LPM menjelaskan alasan penahanan tunjangan profesi
dosen. “Banyak kasus dosen yang telah menyerahkan dokumen-dokumen mereka, namun
setelah diperiksa Itjen ternyata banyak data yang kurang,” ujarnya, Jumat
(17/4).
Salamah menerangkan, kekura- ngan
itu membuat beberapa dosen harus mengembalikan tunjangan profesi nya yang telah diterima semester lalu.
Pemberian tunjangan berdasarkan pada hasil audit internal tahun 2014. “Namun,
saat ini kita belum mendapatkan data pasti mengenai jumlah dosen yang harus
mengembalikan dana tersebut,” katanya.
Pihak keuangan angkat suara
menanggapi keluhan dosen-dosen yang belum mendapatkan tunjangan profesinya.
Sulamah Susilawati, Kepala Bagian Keuangan UIN Jakarta menerangkan, alur
pencairan tunjangan profesi belum dilaksanakan dengan baik.
Awalnya,
pihak keuangan mengajukan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
setiap bulannya. Lalu, KPPN akan langsung mencairkan dana ke rekening setiap
dosen.
“Jika ada kesalahan atau kekurangan
dokumen, pihak KPPN harusnya memberikan retur atau pengembalian dokumen yang
nantinya akan diperbaiki,” ujar Sulamah, Jumat (24/4). Namun, jumlah tunjangan yang diterima dosen
tidak sesuai dengan permintaan. Padahal,
saat itu pihak keuangan tidak mendapatkan retur apapun.
Rektor UIN Jakarta, Dede Rosyada
menerangkan, penahanan tunjangan sertifikasi disebabkan oleh telatnya penilaian
BKD. “Begitu saya diminta untuk mengajukan tunjangan untuk bulan Februari lalu,
saya minta LPM untuk melakukan penilaian dosen terlebih dulu,” ujarnya, Jumat
(25/4). Selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Dede menegaskan dosen-dosen harus
dinilai dulu sebelum menerima tunjangan profesinya.
43 dosen, ungkap Dede, belum mendapatkan tunjangan profesi karena
mereka memiliki jabatan di universitas lain, sebagai rektor, wakil rektor, atau
jabatan lain. Itjen menyimpulkan dosen-dosen tersebut harus menghentikan kegiatan di universitas
lain kecuali telah memenuhi tugas mereka di UIN Jakarta, yakni hadir di kampus
selama lima hari dalam seminggu dari pukul 07.00-16.00.
“Saya tidak mengabaikan hak dosen.
Jangan sampai saya memberikan hak-hak dosen tapi mahasiswanya tidak diurus.
Saya bukan sedang mengurus dosen, tapi mengurus mahasiswa,” pungkasnya.
Nur Hamidah