Mengemban
ilmu di daerah orang dalam tenggang waktu yang tidak sebentar, membuat
mahasiswa melupakan kearifan lokal yang ada di daerahnya. Padahal, nantinya
mereka akan kembali ke daerahnya masing-masing dan menyesal ketika kearifan
lokal yang dimiliki telah hilang.
Hal
itu disampaikan oleh Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Bogor (HIMABO), Ilham
Mabruri, pada Seminar Budaya bertajuk Peran Pemuda dalam Rekonstruksi Kearifan
Lokal Nusantara. Acara ini diselenggarakan oleh HIMABO di Aula Student Center (SC) Universitas Islam
Negeri (UIN) Jakarta, Senin (11/5).
Budayawan
Nahdlatul Ulama (NU), Ahmad Baso, mengatakan ilmu ke-daerah-an tidak dipelajari
di universitas. Padahal, orang terdahulu untuk mendapatkan hal tersebut harus
sampai ke orang Arab. Semisal,
UIN Jakarta berdiri di tanah Banten. Namun, tak sedikit pun ilmu tentang Banten
diajarkan di UIN Jakarta. Padahal dahulu, Oemar Said Tjokroaminoto dan Tan
Malaka mempelajari hal tersebut.
Lain
Ahmad lain pula Hasbullah. Menurutnya, kini Indonesia sedang memiliki bonus
demografi. Artinya, masyarakat Indonesia yang tergolong dalam usia produktif
lebih banyak jika dibandingkan dengan yang nonproduktif.
Seperti
di Bogor, lanjutnya, terdapat universitas seperti Institut Pertanian Bogor
(IPB), Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Universitas Pakuan (Unpak), dan masih
banyak universitas lainnya yang berpotensi menghasilkan pemuda. "Mereka
dapat melestarikan kearifan lokal seperti, bangunan bersejarah, makanan khas
daerah, dan budaya setempat," ujar pria yang merupakan Ketua Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Senin (11/5).
Ia
menambahkan, pemuda bukanlah salah satu faktor yang dapat melestarikan kearifan
lokal. Melainkan, merekalah faktor utama yang dapat melakukan hal tersebut.
Langkah awal untuk menjaga dan melestarikan kearifan lokal adalah dengan trust. "Percaya adalah kunci utama.
Maksudnya, percaya diri untuk bisa melakukan hal itu," tambahnya.
Sedangkan
menurut Dosen UIN Jakarta, Tantan Hermansyah, menjaga kearifan lokal bisa
dilakukan dengan cara budaya kreatif. Artinya, melakukan tindakan yang
menghasilkan nilai tambah atas produk pada suatu entitas.
"Semisal,
kulit domba bisa dijadikan jaket dan dompet. Selain itu, angklung bisa diubah
menjadi seni pertunjukan, serta batu cincin dapat disulap menjadi batu cincin
yang bernilai rupiah. Bahkan, makam pun bisa dimanfaatkan sebagai wisata
ziarah," jelas Tantan, Senin (11/5).
Tak
hanya budaya kreatif, tambah Tantan, agen kreatif pun dapat melestarikan
kearifan lokal yang ada di daerah. Seperti di Jawa Barat (Jabar), ada Bima Arya
(Walikota Bogor), Ridwan Kamil (Walikota Bandung), dan masih banyak agen
kreatif lainnya.
"Agen
kreatif tak melulu berprofesi sebagai pejabat daerah. Ia bisa juga sebagai entrepreneur kreatif. Seperti yang
dikatakan oleh Bob Sadino semasa hidup, pengusaha adalah mereka yang mandiri
dan tidak tergantung oleh orang lain, serta tidak menjadi parasit,"
lanjutnya.
Salah
satu peserta, Ahmad Khoiri mengatakan, seminar budaya ini menjadi pukulan
tersendiri bagi pemuda. Pasalnya, selama ini pemuda seolah terlena dengan efek
globalisasi, seperti food, fashion, and
film. "Mereka seperti sedang di-ninabobo-kan dan lupa kalau sebenarnya
kita sedang dijajah," tutupnya.
Aci
Sutanti