![]() |
Agus Aris Munandar (Arkeolog Universitas Indonesia) |
Kini,
batu akik menjadi fenomena yang sedang menggejala di Indonesia. Apa pasal,
penggemar batu, yang termasuk ke dalam jenis batu mulia itu, berasal dari
berbagai kalangan. Baik tua maupun muda, publik figur atau masyarakat biasa,
laki-laki dan perempuan, semua menyenangi batu akik.
Harga
yang terbilang mahal untuk sebuah batu, tak mengurungkan niat penggemar
mengoleksi macam-macam batu akik. Berbagai alasan melatarbelakangi niat mereka
membeli batu akik. Mulai dari corak batu yang unik hingga cerita spiritual yang
ada dalam batu tersebut.
Bagaimana
tanggapan Agus Aris Munandar selaku arkeolog memandang fenomena batu akik di
Indonesia? Berikut wawancara reporter Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) INSTITUT,
Aci Sutanti, saat menemui Agus di Gedung 7 Fakultas Ilmu Budaya (FIB)
Universitas Indonesia (UI), Selasa (28/4).
Bagaimana tanggapan Anda selaku
arkeolog memandang fenomena batu akik yang sedang booming di Indonesia?
Sebenarnya,
fenomena batu akik di Indonesia bukan kali pertama. Sekitar tahun 70-an, batu
akik sudah hadir di Indonesia, namun tidak sampai menggejala secara umum
seperti saat ini. Dahulu, batu akik yang kita kenal sekarang ini, disebut
dengan batu ali. Berasal dari kata "ali-ali" yang berarti cincin.
Belakangan
ini, ketika kemudian masyarakat melihat Presiden Republik Indonesia ke-7,
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memakai batu akik yang berbeda setiap harinya,
ketertarikan terhadap batu akik mulai muncul.
Terlebih,
stok batu akik di nusantara sangat banyak. Sehingga, ketika masyarakat
membutuhkan batu tersebut untuk keperluan aksesoris, setiap daerah menyediakan
batu kebanggaan yang ada di asalnya masing-masing.
Fenomena
batu akik tercipta karena kebudayaan. Pasalnya, jika masyarakat Indonesia pada
2014-2015 ini tidak meributkan soal batu, maka keberadaan batu akik akan biasa
saja seperti pada tahun 70-an.
Beberapa jenis batu akik dibanderol
dengan harga yang mahal. Lantas, apa saja faktor yang mempengaruhi harga batu
akik?
Secara
geologis, jika batu ingin dijual dengan harga yang mahal, maka harus memiliki
sertifikasi geologis. Sebenarnya, harga batu itu bersifat arbiter atau
"mana suka". Maksudnya, harga batu adalah hasil kesepakatan dua belah
pihak.
Batu
berharga mahal jika memiliki keunikan pada pola atau corak di dalamnya.
Terkadang, batu juga akan bernilai mahal apabila dibumbui dengan cerita mistis
maupun cerita yang menarik khalayak, seperti asal-usul batu itu diperoleh.
Semisal, batu yang diperoleh dari tiang wihara di Kramasila.
Orang
awam akan menganggap batu itu biasa. Namun jika diceritakan asal batu itu
berada, maka sangat bernilai rupiah. Secara tidak langsung, cerita yang
membumbui batu tersebut merupakan budaya. Singkat kata, batu menjadi mahal
karena kebudayaan.
Batu akik yang dapat menghasilkan
pundi-pundi rupiah membuat masyarakat menghalalkan segala cara untuk
mendapatkannya, termasuk merusak cagar budaya yang ada. Bagaimana Anda
memandang peristiwa tersebut?
Perusakan
cagar budaya di Dago, Jawa Barat, oleh beberapa oknum yang mencari batu akik di
sana, merupakan bentuk apresiasi yang tidak terkontrol pada
peninggalan-peninggalan kuno. Sebenarnya, cagar budaya bukan artefak, melainkan
ekofak. Baik ekofak maupun artefak, jika sudah dijadikan cagar budaya, maka
harus dilindungi.
Perusakan
cagar budaya demi memperoleh batu akik merupakan tindakan kriminal yang harus
diusut secara hukum. Hal ini dikarenakan, di Indonesia sudah ada Undang-undang
cagar budaya. Celakanya, setiap daerah memiliki kebanggaan untuk menampilkan
batu asli daerahnya. Seperti Banten dengan batu Kalimaya dan Wonogiri dengan
Bacan Wonogiri. Sehingga, mereka menggali dengan menghalalkan segala cara.
Jika hukum yang mengatur tentang
perusakan cagar budaya tetap dilanggar oleh penggemar batu akik, adakah dampak
bagi cagar budaya di Indonesia di masa depan?
Pasti
ada. Karena sesuatu yang tidak terkontrol akan berdampak buruk. Seperti halnya
dengan perusakan cagar budaya demi memperoleh batu akik. Lambat laun, stok batu
akik di Indonesia akan habis dan bukti bahwa Indonesia memiliki beragam batu
yang indah akan hilang.
Apa harapan Anda terkait
menggejalanya fenomena batu akik di Indonesia?
Para
geolog dan arkeolog mengeluh akan adanya fenomena batu akik ini. Pasalnya,
tambang batu akik di Banyumas sudah tidak ada. Hal ini disebabkan oleh
pengeksploitasian secara berlebihan oleh beberapa oknum. Tak hanya itu,
arkeolog juga sudah sering kehilangan data arkeologi di Indonesia.
Oleh
karena itu, keduanya menghimbau kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk
menyadarkan masyarakat agar tidak merusak dan menghabiskan kekayaan alam di
daerahnya. Memperketat izin penggalian batu akik juga harus dilakukan Pemda
guna meminimalisir punahnya batu akik di Indonesia.
Aci Sutanti