Sebagai negara
muslim terbesar di dunia, Indonesia berhasil menyelenggarakan berbagai
pemilihan dengan sistem demokrasi. Dalam demokrasi, siapapun berhak memilih dan
dipilih. Untuk itu, demokrasi merupakan sistem politik yang dirasa mampu
mengakomodir seluruh kepentingan rakyat.
Demikian diutarakan
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Dede Rosyada
saat membuka Seminar Nasional bertajuk “Mahasiswa dan Dinamika Demokrasi
Indonesia”, di Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta, Senin (11/5). Seminar ini
sebagai pembuka Musyawarah Perwakilan Mahasiswa Universitas (MPMU) 2015.
Untuk memahami
demokrasi Indonesia, lanjut Dede, sebaiknya mahasiswa UIN harus merasakan
demokrasi itu sendiri dengan menjadi mahasiswa cerdas, berperilaku jujur dan
selalu berpikir kreatif dalam segala bidang. “Tak semua mahasiswa ber IPK empat itu
cerdas,” ujarnya.
Senada dengan Dede,
Pimpinan Rakyat Merdeka Online, Teguh
Santosa menjelaskan, ada tiga sistem politik berpengaruh di dunia yakni
otoritarian, anarkisme, dan demokrasi. Otoritarian merupakan sistem
mengutamakan kekuatan, artinya yang paling kuat dialah pemimpin. “Sistem ini
memungkinkan rakyat harus mengikuti semua kemauan pemimpin,” jelasnya.
Selain otoritarian,
sistem politik anarkisme juga mengutamakan kekuatan. Sebab, sistem tersebut
nantinya akan bermuara pada perbuatan anarkis. Dengan demikian, saat ini banyak
negara menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya termasuk Indonesia. Demokrasi
lebih menjunjung tinggi kepentingan rakyat, kejujuran, dan perdamaian.
“Demokrasi itu sistem yang membutuhkan akal sehat, kesabaran, dan rasa menghargai,”
ungkapnya.
Menanggapi itu,
Kepala Bidang Pendampingan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Sofwan
mengatakan, Indonesia menganut sistem demokrasi pancasila. Demokrasi Ini
merupakan keinginan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini berdasarkan sila
keempat pancasila berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
Ia menambahkan,
tahapan terpenting dalam demokrasi ialah musyawarah. Banyak pelajaran yang
diperoleh dari bermusyawarah di antaranya membentuk karakter kepemimpinan,
menahan diri ingin menang sendiri, dan menghargai pendapat orang lain. “Baiknya
pemuda turut berperan aktif dalam membangun demokrasi Indonesia,” katanya.
Adanya anggapan
demokrasi yang tak sejalan dengan Islam ditampik Direktur Eksekutif Perkumpulan
untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni. Ia mengatakan, hal tersebut tidak berlaku di Indonesia.
Terbukti, banyak sudah pemilihan yang berlangsung damai, walaupun masih
ditemukan kekurangan dalam penyelenggaraannya. “Demokrasi tak bisa dilakukan
sendiri, karena demokrasi itu untuk rakyat,” tutupnya.