Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa Universitas (MPMU) rencananya bakal digelar bulan
depan. Namun, keputusan musyawarah berada di tangan tim konsinyering
yang disiapkan rektorat.
MPMU yang dihadiri seluruh perwakilan pengurus organisasi kemahasiswaan
kecuali Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), akan membahas Anggaran Dasar/
Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) Organisasi Kemahasiswaan. Dalam MPMU nanti,
setiap pengambilan keputusan harus melalui persidangan dan tidak ada
stratifikasi di antara anggota sidang.
Ketua Senat Mahasiswa Universitas (SEMA-U), Eko Siswandanu, berharap AD/
ART hasil sidang MPMU nanti bisa langsung disahkan oleh Rektor. Eko keberatan jika tim konsinyering sampai mengubah isi AD/ ART seperti terjadi pada MPMU sebelumnya.
“Jadi, AD/ ART yang disahkan benar-benar hasil kesepakatan forum,” kata Eko.
“Saya belum tahu siapa saja tim konsinyering. Rencananya, kami
akan sounding ke rektorat sebelum mengadakan MPMU,” jelas Eko, Jumat
(20/3). Sounding yang akan dilakukan Eko mengantisipasi agar pihak
rektorat tak ikut campur dengan mengubah substansi hasil sidang MPMU.
Saat dihubungi INSTITUT, Senin (23/3) malam, Ketua SEMA-U periode
2012-2014, Akhmad Yusuf membenarkan adanya tim konsinyering pascasidang
MPMU tahun lalu. Pihak rektorat kala itu lewat tim konsinyering memantau AD/
ART Organisasi Kemahasiswaan yang baru kembali aktif setelah Student Government
(SG) dibekukan 2011 silam.
Sedangkan, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan SEMA-U, Alan
Novandi berharap jika benar hasil MPMU nanti diubah tim konsinyering, harus
sepengetahuan SEMA-U. Semisal ada redaksi atau substansi yang diedit, ia ingin,
tim konsinyering juga mendiskusikannya sebelum disahkan.
“Kalau langsung disahkan, kita
hanya menyerahkan rancangan, bukan hasil keputusan sidang. Bahkan kita
(SEMA-U) ingin tidak ada tim konsinyering yang mengedit atau
mengotak-atik hasil MPMU nanti,” ujar Alan, Senin (23/3).
Sementara itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Kesehatan
Masyarakat, Ayu Sajida Da’ad Arini juga
tak setuju dengan keterlibatan tim konsinyering dalam pengambilan keputusan.
Jika tim konsinyering tetap terlibat dan mengganti atau mengubah
kesepakatan MPMU, ia menginginkan adanya
keterbukaan. “Jadi pengubahan nanti bukanlah hak prerogatif tim konsinyering,”
harap Ayu, Senin (23/3) malam.
Senada dengan Ayu, Ketua Dewan Eksekutif (DEMA) Fakultas Ushuluddin,
Tanwirun Nadzir juga keberatan dengan
adanya tim konsinyering. Menurutnya, itu akan membatasi kedaulatan
mahasiswa. Baginya, keterbukaan dari tim konsyenering dan SEMA-U ketika
ada perubahan dari hasil sidang harus ada. “Walau hasil keputusan akhirnya
tetap ada di tangan mereka (pihak rektorat),” tegas Tanwir, Senin (23/3).
Menanggapi perihal tersebut, Wakil Rektor (Warek) III Bidang
Kemahasiswaan, Yusron Razak belum membicarakan lebih lanjut perihal adanya tim konsinyering
dengan SEMA-U. “Saya pernah dapet omongan dari Ketua SEMA-U, tapi saya
belum secara serius menanggapinya,” terang Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) ini, Senin (23/3).
Keinginan SEMA-U untuk melewati tim konsinyering dalam proses
pengesahan hasil sidang nanti pun semakin sulit. Sejak pihak rektorat
memberlakukan sistem senat, Rektor atau Warek III memiliki hak untuk
melegitimasi hasil keputusan MPMU.
Sementara itu, mantan Ketua Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) UIN
Jakarta periode 2008-2009, Ayip Tayana menjelaskan, Pedoman Organisasi Kemahasiswaan (POK) UIN Jakarta
saat ini memang memungkinkan keterlibatan rektorat sebagai terhadap hasil
MPMU.
“Tapi yang paling penting adalah bagaimana mahasiswa bisa meyakinkan
rektorat agar tak mengubah hasil MPMU,” tegas Ayip, Selasa (23/3).
Berbeda saat masa SG, katanya, pihak rektorat saat itu tak bisa mengubah
hasil KMU karena merupakan lembaga tertinggi organisasi kemahasiswaan saat itu.
“Jadi, hasil sidang atau kongres mahasiswa langsung disetujui rektorat,”
tutupnya.
Syah Rizal