Menulis
adalah kegiatan merekam, menyampaikan, dan berbagi pengetahuan, gagasan, maupun
informasi kepada khalayak luas. Masih sedikit komunitas-komunitas di lingkungan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang melakukan
aktivitas ini.
Di pengujung April nanti, komunitas diskusi Saung bakal menerbitkan
edisi ke-10 buletin mereka: Buletin Saung. Bentuknya lebih mirip jurnal
ketimbang buletin. Dicetak 100 eksemplar dengan jumlah 30 halaman. Buletin Saung
disebar ke tiap fakultas, dosen, dan komunitas-komunitas diskusi lain, baik di
dalam dan di luar kampus.
“Sekarang masih proses,” kata Pemimpin Redaksi Buletin Saung,
Lili Siwidyaningsih kepada INSTITUT, Jumat (20/3). Buletin Saung
terbit sekali dalam satu semester. Biasanya, launching dua bulan setelah
masuk perkuliahan. Semester ini, tim redaksi sudah menyiapkannya sejak Februari
lalu dan rencananya bakal launching April mendatang. Selain diskusi,
menerbitkan buletin memang menjadi
kesibukan Saung sejak dua tahun terakhir.
Majelis Kantiniyah (MK), komunitas diskusi lain di UIN Jakarta juga
menerbitkan Buletin Lakonik sebagai media berbagi pengetahuan sekaligus
wadah menulis bagi anggotanya. Lakonik terbit setiap satu bulan sebanyak
250 sampai 500 eksemplar. Kadang dicetak, kadang juga difotokopi. “Untuk
mewadahi produksi kreatifitas temen-temen aja sih,” ujar M. Irfan
Nawawi, salah satu penggagas Lakonik, Kamis (19/3).
Lain lagi dengan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Journo Liberta (JL).
Komunitas jurnalistik ini memilih web sebagai wadah menulis sekaligus praktik
bagi sebagian besar mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik Jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikas (FIDIKOM). “Kalo
cuma belajar di kelas kurang. Makanya kita bikin suatu lembaga pers,” tutur Khoirur
Rozi, Pemimpin Redaksi JL.
Buletin Saung, Lakonik,
maupun JL adalah sedikit dari komunitas di UIN Jakarta yang terus
berupaya berbagi informasi maupun pengetahun lewat terbitan-terbitan mereka.
Kata Lili, menerbitkan buletin dan semacamnya bukan hanya menjadi media berbagi
informasi dan gagasan, namun menjadi sebuah tolak ukur keberadaan sebuah
komunitas.
Karenanya, sejak awal 2013 silam, Lili bersama sekitar 14 rekannya di
komunitas diskusi Saung berusaha rutin menerbitkan Buletin Saung tiap memasuki
masa perkuliahan. “Kalau bukan kita siapa lagi,” katanya.
Mulanya, Lili merasa prihatin dengan menurunnya wacana-wacana kritis di
kalangan mahasiswa. Meski banyak komunitas-komunitas diskusi di UIN Jakarta,
namun, Lili merasa tak banyak di antara
mereka yang memiliki produk terbitan agar bisa dibaca mahasiswa lain.
Hal itu juga disadari betul oleh salah satu editor Buletin Lakonik,
M. Irfan Nawawi. Menurutnya, antusiasme menulis mahasiswa masih minim. Irfan
misalnya, mencontohkan dengan kebiasaan mahasiswa copy paste dalam
mengerjakan tugas harian seperti pembuatan makalah. “Seharusnya kan bisa
mengembangkan kemampuan menulisnya dari tugas harian kampus itu,” ujarnya.
Menurut Irfan, menulis itu tidak bisa dipisahkan dari aktifitas
mahasiswa. Bagi masyarakat umum, katanya, menulis mungkin tidak begitu penting.
Namun, bagi mahasiswa menulis bukan hanya penting, melainkan jadi sebuah
kebutuhan. “Kalau boleh ada hukumnya (menulis), ya, wajib,” jelas Irfan.
Berbeda dengan Irfan, Ibrahim Aris Sumantri, mahasiswa Jurusan
Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FITK) menilai
animo mahasiswa dalam menulis saat ini cukup tinggi. Sayangnya, kata Aris,
tidak banyak di antara mereka bisa konsisten menulis dan memublikasikannya.
Persoalan dana salah satunya. Karenanya, untuk mengatasi masalah itu,
Saung mewajibkan anggotanya untuk iuran Rp20 ribu dalam tiap kali terbitan.
Sisanya, diperoleh dari uang kas, proposal, sumbangan beberapa dosen dan
senior. Dalam sekali terbit, Saung bisa menghabiskan sekitar Rp1 juta.
Sedangkan MK,
memutuskan memfotokopi Buletin Lakonik agar pengeluaran dana tidak
terlalu besar. “Lumayan buat nyiasatin dana biar enggak terlalu gede,”
tutur Irfan. Sementara ini, Lakonik tidak mendapat sumber pemasukan lain
untuk menerbitkan Buletin Lakonik selain dari uang kas yang terkumpul
tiap minggunya.
Thohirin