Bertepatan
dengan Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret, puluhan mahasiswa yang
terdiri dari Ikatan Keluarga Alumni Madrasah Raudhatul Ulum (Ikamaru), Ikatan Mahasiswa Gresik (IMG),
dan Lingkar Studi Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) melakukan aksi
solidaritas di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat.
Aksi yang
menolak rencana pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah ini tak hanya
diikuti oleh mahasiswa saja. Komunitas Kolong Tosari dan beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) seperti Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan 350
Indonesia juga ikut berpartisipasi dalam aksi tersebut.
Aksi diawali
dengan long march sepanjang Jalan
Imam Bonjol hingga Tosari, Jakarta Pusat serta teatrikal jalanan oleh Komunitas
Kolong Tosari. Aksi solidaritas tersebut bertujuan untuk menggalang dukungan
menolak rencana pembangunan pabrik semen di Rembang oleh PT Semen Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Farhan Fuadi selaku Koordinator Lapangan (Korlap) aksi
yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jendral (Sekjen) LS-ADI.
Ia mengatakan, rencana
pembangunan pabrik semen di Rembang menuai kontra di kalangan masyarakat
Rembang. Apa pasal, pabrik rencananya akan dibangun di pemukiman warga dan
otomatis akan menggangu ruang hidup masyarakat yang tinggal di sana.
Tak hanya itu,
sambungnya, dampak negatif yang diterima warga sekitar tak sedikit, mulai dari
segi sosial hingga ekonomi. Dari segi ekonomi, banyak warga yang nantinya akan
beralih profesi. Hal ini dikarenakan, profesi warga sekitar yang kebanyakan
berbasis pertanian dan peternakan akan kehilangan lahannya. “Menurut hasil
diskusi, sebanyak 13 desa akan terkena dampak pembangunan pabrik semen
tersebut,” ujar Farhan, Minggu (22/3).
Sedangkan dari
segi sosial, lanjutnya, akan terjadi perpecahan antar warga yang pro dan kontra
terhadap rencana pembangunan pabrik semen tersebut. Tak hanya itu, kenangan
warga sekitar di tanah kelahirannya pun akan hilang. “Kita sering menyebutnya
dengan ikatan tenurial, ikatan batin kita terhadap tanah kelahiran,” tambahnya.
Di sisi lain,
Manajer Kampanye Jatam, Ki Bagus Hadi Kusuma menyampaikan harapannya terkait
aksi tersebut. Ia mengatakan, aksi tersebut ingin menyampaikan kepada publik
jika hingga hari ini kaum ibu di Rembang masih berjuang mempertahankan tanah
dan ruang hidupnya.
Tak hanya itu,
aksi tersebut juga bertujuan agar masyarakat tahu, paham, dan sadar bahwa
kejadian di Rembang bisa terjadi di mana saja. Hal ini dikarenakan, hampir di
semua perizinan industri ekstraktif, baik di pertambangan maupun perkebunan
banyak tahapan yang seharusnya melibatkan masyarakat. “Sehingga masyarakat
harus lebih pintar untuk menyetujui atau bahkan menolak perijinan tersebut,”
ujar Bagus, Minggu (22/3).
Aci Sutanti