Bantuan yang seharusnya
meringankan malah menjadi simalakama. Dana yang ditunggu pun antara ada dan
tiada.
Sudah hampir
delapan bulan Agung Hidayat tak lagi menerima beasiswa yang menjadi haknya. Ia
pun harus mencari uang tambahan dengan bekerja di sela-sela waktu kuliah.
Bahkan, sempat beberapa kali ia terpaksa meminjam uang kepada temannya. Gali
lubang tutup lubang, kira-kira itu gambaran kehidupannya saat ini.
Ketua
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Aqidah Filsafat ini merupakan salah satu
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdaftar sebagai penerima
Bidikmisi. Selama pembinaan di asrama
bulan Maret dan April 2014 kehadiran Agung kurang dari 70%. Hal ini
menyebabkannya tak menerima uang saku pada dua bulan itu. “Bulan berikutnya,
saya sudah memperbaiki kehadiran tetapi tetap tidak mendapatkan uang saku
sampai saat ini,” paparnya, Jumat (20/3).
Sama halnya
Agung, uang saku Bidikmisi Bunga (bukan nama sebenarnya) pun pernah mengalami
penahanan dan pemotongan. Ia mengaku, uang sakuya sempat dua kali dipotong dan
satu kali ditahan. “Waktu itu pernah dua kali dipotong Rp300 ribu dan satu kali
lagi tidak turun sama sekali,” katanya, Senin (16/3).
Tidak
terpenuhinya beban kehadiran saat pembinaan juga menjadi alasan dipotongnya
uang saku Bunga. Namun, Bunga tak tahu kenapa jumlah pemotongan uang sakunya
berbeda. “Saya gak ingat berapa kali gak hadir pembinaan, tapi paling sehari
atau dua hari, gak pernah sampai full
satu bulan,” jelas nya.
Lain lagi
dengan Wildian Fajrin Nur Rahman. Selama semester ganjil kemarin Wildian
mendapat uang saku untuk empat bulan
saja. Padahal, pada semester genap ia mendapatkan uang saku untuk enam bulan. “Menurut pihak
kemahasiswaan, perbedaan jumlah ini karena selama bulan Juli dan Agustus kami
tidak tinggal di asrama jadi tidak dihitung,” ungkapnya, Rabu (18/3).
Padahal,
menurut Petunjuk Teknis (Juknis) Penyelenggaraan Program Biaya Pendidikan
Bidikmisi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Tahun 2014, mahasiswa penerima
Bidikmisi berhak mendapatkan uang saku sebesar Rp3,6 juta per semester atau
Rp600 ribu per bulan.
Terkait
peraturan pembinaan, sejak awal UIN Jakarta sebagai Perguruan Tinggi
Penyelenggara (PTP) membuat syarat bagi mahasiswa penerima Bidikmisi untuk
tinggal di asrama dan mengikuti pembinaan. Tata tertib asrama UIN Jakarta pun
menyebutkan, penerima Bidikmisi yang tidak hadir dalam pembinaan minimal 70%
dari keseluruhan pertemuan, tidak akan mendapat uang saku.
Saat ini,
sedang ada perumusan peraturan baru terkait sanksi bagi mahasiswa yang tak
memenuhi syarat 70% kehadiran di pembinaan. Peraturan tersebut belum disahkan
sehingga tak bisa dipublikasikan. “Bisa jadi yang selama ini pembinaannya
kurang akan mendapatkan pembinaan ulang, tetapi itu belum disahkan,” papar Staf
Bagian Kemahasiswaan, UIN Jakarta, Amellya Hidayat, Senin (24/3).
Kepala Seksi
Kemahasiswaan, Sub Direktorat Jenderal Sarana Prasarana dan Kemahasiswaan,
Kementerian Agama (Kemenag), Rahmawati menampik adanya pemotongan atau penahanan uang Bidikmisi
mahasiswa. Semua uang beasiswa, katanya, langsung diberikan kepada mahasiswa
dan kampus hanya menjadi pengelola. “Kalau pun ada dana yang digunakan untuk
pembayaran pembinaan atau pengembangan karakter itu diperbolehkan dan ada di
Juknis,” katanya, Jumat (20/3).
Terkait hal
itu, Amel menjelaskan, dana mahasiswa yang melanggar selama ini masih ada di
rekening mahasiswa yang dipegang bagian kemahasiswaan. Semua dana tersebut
tidak dipakai untuk kegiatan apa pun. “Semua uangnya masih ada, tidak ada
sedikit pun yang terpakai,” ucapnya.
Saat ini,
terdapat 50 dari 150 mahasiswa penerima Bidikmisi angkatan 2012 yang uang
sakunya ditahan. Kepada INSTITUT, Amel menjelaskan, belum ada kejelasan
akan dikemanakan nantinya dana yang ditahan itu karena peraturan baru yang
belum disahkan. “Kami usahakan peraturan ini segera disahkan, agar masalahnya
cepat selesai,” ungkapnya.
Rekening
ganda
Penerima
Bidikmisi angkatan 2012 dan 2013 UIN Jakarta memiliki dua rekening tabungan.
Satu rekening dipegang oleh Bagian Kemahasiswaan UIN Jakarta, dan satu lainnya
oleh penerima beasiswa.
Padahal,
berdasarkan Juknis Bidikmisi 2014, setiap perguruan tinggi melalui pengajuan ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), dapat menyalurkan dana Bidikmisi kepada mahasiswa per bulan atau maksimal
enam bulan yang diberikan melalui rekening bank by name by address.
Menurut Amel,
pembuatan rekening ganda dilakukan
agar tidak terjadi penyalahgunaan dana
oleh mahasiswa. Awalnya, di tahun 2012 hanya ada satu rekening. Namun, ada
mahasiswa yang mengambil seluruh uangnya selama satu semester dari rekening.
“Atas dasar kejadian pengambilan uang tersebut maka dibuat kebijakan untuk
adanya rekening ganda,” tutur Amel.
Sementara
itu, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan, UIN Jakarta, Subarja tak tahu
apa-apa terkait adanya dua rekening mahasiswa itu. Setiap semester pengajuan
pencairan dana Bidikmisi dilakukan ke KPPN untuk setiap mahasiswa berdasarkan nama dan nomor rekeningnya. “Setahu
saya, semua uang itu (Rp6 juta) langsung masuk ke rekening mahasiswa,” ujarnya,
Kamis (19/3).
Sama halnya
Subarja, Rahmawati pun tidak tahu terkait adanya rekening ganda tersebut. Ia
mengatakan semua uang beasiswa biasanya langsung masuk ke rekening mahasiswa
atau ke rekening bendahara kampus yang
nantinya akan disetor langsung ke rekening mahasiswa. “Saya tidak ingin
berkomentar banyak terkait hal itu, karena saya pun tidak tahu,” tutupnya.
Erika Hidayanti