Guna menguatkan lembaga Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Lembaga Bantuan Hukum
(LBH), dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) mengadakan
acara Panggung Rakyat Anti Korupsi di halaman gedung KPK, Jumat (20/2).
Acara yang berlangsung dari
pukul 13.30 hingga 18.00 WIB tersebut bertujuan untuk
menyerukan kepada masyarakat agar tetap mendukung KPK dalam memberantas
korupsi. Acara ini menampilkan berbagai pertunjukan musik dari beberapa
komunitas musik, di antaranya Insitut Musik Jalanan, Komunitas Sudut Kota,
Marjinal, dan Boni Jalanan. Selain itu, acara tersebut juga menyediakan sablon
kaos gratis dengan tema “Pemberantasan Korupsi.”
Salah satu anggota
350.org (lembaga non pemerintah yang bergerak dalam bidang penyelamatan iklim
dan lingkungan), Suratmo Kurniawan
mengatakan, guna mencegah adanya kasus kriminalisasi serta pelemahan terhadap
KPK, penggalangan dukungan untuk KPK harus dilakukan. Sayangnya, sosialisasi
mengenai pentingnya penggalangan dukungan untuk KPK masih minim.
Suratmo
menyesalkan, jika ada koruptor yang menjadi kepala penegak hukum. “Setelah Budi
Gunawan batal dilantik sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
(Kapolri), Presiden Joko Widodo juga menunjuk Badrodin Haiti menjadi calon tunggal Kapolri. Padahal, Badrodin Haiti juga mempunyai
transaksi rekening gendut,” tuturnya, Jumat (20/2).
Berbeda dengan
Suratmo, vokalis grup band Marjinal, Mike menjelaskan, kurangnya dukungan dari
masyrarakat menjadi salah satu kelemahan KPK. Menurutnya, masyarakat masih
berpikir bahwa kasus korupsi merupakan permasalahan
para pejabat negara. “Sehingga ada hal yang kemudian membatasi masyarakat dalam
ikut serta mendukung KPK,” ujar Mike, Jumat (20/2).
Semua masyarakat,
kata Mike, berhak untuk menjaga
eksistensi dan peran dari lembaga seperti KPK. Menjaga peran dari KPK menjadi penting bagi
semua masyarakat Indonesia karena pelemahan suatu lembaga dapat menyebabkan kehancuran suatu negara.
“Masyarakat harus paham tentang sistem pemerintahan yang keliru,” pungkasnya.
Ika Puspitasari