![]() |
Sumber: 1.bp.blogspot.com |
Oleh: Mohamad Syauqi Hadzami*
Kita ketahui bersama bahwa mahasiswa memiliki sederet titel
sosial mulai dari agent of change, agent of social control dsb. Bahkan,
menurut sebagian besar masyarakat menyebut mahasiswa adalah orang yang serba
bisa, serba tahu yang dianggap mampu menyelesaikan segala persoalan dengan
memanfaatkan pisau analisisnya. Namun, apakah yang terjadi saat ini? Keadaan
mahasiswa di mata masyarakat justru berbeda dari apa yang diharapkan. Mahasiswa
tidak lagi merakyat dan menyatu dengan rakyat. Justru mahasiswa membuat sekat
dengan merasa lebih elit dengan segudang citranya yang berjuluk intelektual
muda.
Melihat kondisi saat ini, mahasiswa lupa akan tugas beratnya serta
kodratnya sebagai penuntut ilmu dan penyebar ilmu, meneliti dan inovasi serta
mengabdi kepada masyarakat (tri dharma perguruan tinggi). Menurunnya peserta
yang memilih jalan untuk aksi turun ke jalan dan sedikitnya mahasiwa yang
mengikuti kajian serta diskusi tentang masalah bangsa dan rakyat merupakan
salah satu indikator bahwasanya banyak sekali mahasiswa yang ragu dan bahkan
terkesan tidak mau untuk berpanas-panasan di jalan. Padahal mahasiswa merupakan
bagian dari elemen rakyat yang posisinya sangat central yang bertugas sebagai
“agen” pengingat keadaan bangsa yang sebenarnya karena kemampuannya dalam
membaca situasi dan kondisi, sehingga dapat membuat opini rakyat menjadi satu
untuk bersama bergerak menuju perubahan dengan cerdas dan optimis.
Melemahnya pergerakan mahasiswa ini pun banyak dilatarbelakangi
oleh melemahnya budaya membaca, menulis dan berdiskusi di kalangan mahasiswa
yang pada akhirnya membuat kritisme pemikiran terhadap keadaan sekelilingnya
pun turut melemah. Ya, lagi-lagi dengan kebudayaan mahasiswa yang dibuatnya
sendiri. Perpustakaan yang kian sepi, ruangan-ruangan yang penuh dengan diskusi
yang bernuansa keilmuan mulai menghilang. Paradigma yang berkembang sekarang
ini di antara para mahasiswa adalah kuliah dan belajar dan lulus 4 tahun lalu
mendapatkan pekerjaan dan hidup tenang dengan predikat IPK tinggi. Mahasiswa
saat ini bisa dibilang lebih memikirkan dirinya dan persiapan masa depannya,
bukan memikirkan persiapan masa depan bangsa dan negaranya. Wajar, kalau saat
ini sesama warga (rakyat) saling sikut-menyikut di jalan, budaya ramah yang kian menghilang, individualistis yang berujung pada sikap apatisme karena semuanya ingin maju dan ‘aman’ sendiri-sendiri. Ada salah satu
Kutipan kata-kata dari Buya Hamka,“Kalau hidup sekadar hidup babi hutan pun hidup,
kalau bekerja sekadar bekerja, kerapun bekerja”. Kata-kata tersebut mengingatkan kepada kita bahwa harus ada
perbedaan yang mendasar antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Ya, rasa
kepedulian dan saling menghargai serta nilai kebaikan lainnya itu berangkat
dari pemikiran (berfikir) dan panggilan hati (intuisi) yang harus dimiliki
dalam diri manusia (Saat ini kita berbicara mahasiswa).
Berangkat dari semua persoalan dan keadaan yang terjadi, perlu
adanya sesuatu yang harus dilakukan untuk berubah. Tentu saja, hal ini tidak
dapat dilakukan tanpa sinergisitas dan kesamaan tujuan dari semua stake
holder yang ada di dalam kampus. Tekad dan niat
yang tulus untuk mengubah masalah menjadi peluang perubahan harus dioptimalkan.
SDM di kampus yang begitu banyak perlu diakomodir dan menyaalurkan aspirasinya sesuai bidang masing-masing dalam pencapaian
sebuah tujuan bersama.
Sekarang, tugas kita bersama adalah bagaimana rasa kekeluargaan
dan saling peduli untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa bisa timbul kembali.
Sehingga mahasiswa dalam pergerakannya membawa nilai-nilai kekeluargaan,
kebersamaan, niat, tekad yang tulus, inisiatif, empati, cerdas dan optimis. Menghidupkan
kembali insan-insan akademis, persatuan, kebudayaan dan identitas bangsa yang
ramah, peduli, gotong-royong sesuai dengan falsafah bangsa yaitu Pancasila dan
UUD 1945 dan berpedoman pada Al-Qur’an dan Al-hadist. Maka, akan terbentuk suatu kelompok mahasiswa yang sadar akan masalah dan
menginginkan sebuah keadaan yang lebih baik, yang nantinya tercipta gerakan
massif dikalangan mahasiswa yang berdedikasi dan menginspirasi.
*Penulis
adalah mahasiswa Jurusan Sedjarah dan Keboedajaan Islam Fakultas Adab dan
Humaniora