![]() |
(Sumber :
spss.jaleco.com)
|
Salah satu perangkat lunak komputer
pengolah data statistik yang sering digunakan oleh civitas akademika Perguruan Tinggi Negeri (PTN) adalah Statistical Product And Service Solution (SPSS). Sangat
penting bagi sebuah PTN untuk menggunakan SPSS yang berlisensi. Namun pada kenyataannya, Universitas Islam
Negeri (UIN) Jakarta tidak memiliki lisensi tersebut.
Hal itu dinyatakan oleh penanggung jawab
laboratorium Health Information System
(HIS) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta, Yuli Amran. Ia mengatakan, semua fakultas
di UIN Jakarta menggunakan SPSS yang
tidak berlisensi. “Setahu saya UIN Jakarta tidak punya lisensi SPSS. Padahal
lisensi itu penting karena mengajarkan kepada civitas akademika untuk menghargai hak cipta orang lain,” katanya,
Rabu (12/11).
Yuli juga mengkhawatirkan, apabila UIN Jakarta
masih menggunakan SPSS yang tidak berlisensi,
maka akan menimbulkan
masalah pada publikasi karya tulis ilmiah di online. “Saya khawatir ketika IBM melakukan pengecekan karya tulis online yang menggunakan SPSS, IBM akan menuntut UIN.
Karena ternyata UIN belum pernah membeli software
SPSS,” tuturnya.
Sebenarnya, tambah Yuli, dirinya pernah
mengajukan proposal pembelian SPSS
namun permohonannya itu tidak disetujui, “Seharusnya universitas memfasilitasi
kebutuhan civitas akademika. Jangan sampai calon-calon penerus bangsa yang lulus dari UIN Jakarta
terbiasa membajak karena di universitasnya dulu seperti itu,” paparnya.
Wakil
Rektor Bidang Akademik, Mohammad Matsna membenarkan, sampai saat ini UIN
Jakarta belum memiliki software SPPS yang berlisensi. “Sampai sekarang SPSS di UIN memang belum ada lisensinya.
Terlalu rumit, belum waktunya kita sampai kepada hal-hal seperti itu. Meski sudah
menjadi keharusan PTN untuk menggunakan lisensi yang asli,” jelasnya, Kamis
(27/11).
Tahun
depan, kata Matsna, mungkin UIN akan diberi dana untuk membeli SPSS yang asli. “Masalah itu akan
dibicarakan lagi dengan pimpinan, terutama dengan Lembaga Penjaminan Mutu
(LPM). Setelah itu kita akan putuskan apakah harus segera membeli lisensi yang
asli atau ditunda sementara waktu. Bisa juga ditempatkan di beberapa fakultas
dulu,” katanya.
Ketua
Departemen Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas
Indonesia (UI), Besral mengatakan, dulu software
SPSS di UI belum berlisensi namun sekarang,
semua komputer sudah memakai SPSS
yang asli. “Dulu kan lisensi belum
begitu penting dan belum
ada peraturan yang mewajibkan mahasiswa mempublikasikan jurnal online. Ketika ada peraturan untuk
publikasi jurnal penelitian ilmiah secara online,
lisensi software menjadi penting,” katanya, Sabtu
(22/11).
Ahli
Teknologi dan Informasi (TI), Wahyu Catur Wibowo menjelaskan, publikasi jurnal
penelitian ilmiah bisa menimbulkan masalah jika mencantumkan nama atau logo SPSS yang tidak berlisensi. “IBM sebagai
produsen SPSS bisa mempertanyakan
keaslian software tersebut,”
jelasnya, Senin (17/11).
Wibowo
menambahkan, walaupun begitu karya ilmiah yang menggunakan SPSS tak berlisensi dan sudah dipublikasi tidak dapat digugat.
Hanya saja, lanjut Wibowo, orang yang mempublikasikan karya ilmiah tersebut
dapat dikenakan sanksi berupa denda oleh pihak yang dirugikan karena telah
melanggar Undang-Undang (UU) Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).” tambahnya.
Wibowo
menyarankan, lebih baik menggunakan perangkat lunak alternatif lain daripada
memakai perangkat lunak yang tidak berlisensi. “Saya sarankan untuk memggunakan
perangkat lunak open source,” sarannya.
Cara Mendapatkan Lisensi SPSS
Yuli
Amran mengatakan, harga lisensi SPSS
untuk satu individu mahal. Tapi kalau kita membelinya dalam jumlah yang besar
akan lebih murah. “Terakhir saya tanya harga satu buah lisensi SPSS 25 juta rupiah. Rata-rata harganya
diatas 20 juta. Mahal kalau dipakai individu. Kalau dibeli per paket misalnya
untuk se-UIN harga lisensinya akan lebih murah,” jelasnya.
Senada
dengan Yuli, Staf pengajar Departemen Biostatistik FKM UI, Artha Prabawa
memaparkan, harga lisensi SPSS untuk
badan pendidikan lebih murah karena sudah ada kesepakatan bersama atau Memorandum of Understanding (MoU)
trelebih dahulu. “Harga lisensi tiap-tiap badan atau instansi berbeda-beda.
Distributor SPSS memberikan harga
khusus untuk badan pendidikan. Harganya bisa lebih murah karena ada MoU,”
paparnya (10/12).
Artha
melanjutkan, pembelian SPSS untuk
sebuah universitas harus melewati beberapa proses. “Awalnya dosen koordinasi
terlebih dahulu ke bagian IT. Kemudian, dari Manajer IT diusulkan ke fakultas.
Setelah itu fakultas mengajukan pembelian SPSS
ke rektorat. Setelah rektorat memberikan izin, barulah fakultas dapat membeli SPSS tersebut,” katanya.