Sesuai peraturan
Pemilihan Umum Raya (Pemira) tentang Kesalahan Penghitungan dan Penyelesaiannya
pasal 27 nomor 1, jika ada surat suara dempet atau ganda dua rangkap atau
lebih maka dinyatakan tidak sah dan
ditangani langsung oleh Komisi Penyelenggara Penghitungan Suara (KPPS). Namun
lain halnya yang terjadi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Saat penghitungan
surat suara Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Politik, ditemukan 10 surat
suara ganda dan dinyatakan sah oleh Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu)
FISIP, Putri Lala Tanjung. Padahal, jika merujuk pada peraturan yang
dikeluarkan KPU, Panwaslu tak memiliki wewenang untuk mengesahkan.
Dalam dalihnya, Putri
Lala menganggap surat suara ganda versi KPU adalah surat merangkap yang
disebabkan oleh percetakan dan itu dinyatakan tidak sah. “Sedangkan surat suara
yang berdempetan dianggap sah dan tetap masuk dalam hitungan,” katanya, Jumat
(12/12).
Senada dengan Puti,
Ketua KPU UIN Jakarta, Hilman A. Halim membenarkan, surat suara ganda itu
merangkap dua. Artinya, surat suara yang dilipat secara bersamaan dan itu tidak
sah. “Berbeda dengan yang terjadi di FISIP, surat suara itu terselip dan dalam
lipatan berbeda,” Susul Hilman, Sabtu (13/12).
Pengesahan surat
suara ganda membuat hasil pemilihan ketua HMJ Ilmu Politik berubah. Awalnya,
pasangan nomor 2 Renaldy Akbar dan Cendhy Vicky Vigana unggul dengan 118 suara.
Lalu, hasil suara berbalik dimenangkan oleh pasangan nomor 1, Fajar Fachrian
dan Rizqi Abdurrahman Masykur
dengan perolehan
suara dari 113 menjadi 123 suara.
Merasa tidak puas
dengan keputusan Panwaslu, saksi dari Renaldy-Cendhy, Mohamad Amar Raunsfkry
membawa masalah ini ke sidang sengketa. Sayangnya, kata Amar, sidang sengketa
yang berlangsung 6 Desember lalu tertutup dan terkesan sepihak. “Sidang itu
sepihak karena tidak menghadirkan pihak pemohon dan termohon,” tambahnya, Kamis
(11/12).
Setelah sampai puncak
penyelesaian, sidang sengketa yang diajukan pihak Renaldy-Cendhy ditolak oleh
tim independen universitas. Sengketa Renaldy-Cendhy dinyatakan kalah karena
dianggap kurang bukti. “Padahal, kami (tim Renaldy-Cendhy) telah menyiapkan
banyak bukti, baik foto maupun video, tapi kami tidak diberi tahu waktu
pelaksanaan sidang. Tidak ada sosialisasi,” ujar Amar.
Menanggapi hal
tersebut, ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Cena Aprilian mengaku tak
tahu-menahu tentang pembuatan peraturan dan mekanisme persidangan. “Mengenai
teknis persidangan sudah diatur tim independen, sedangkan peraturan persidangan
dibuat oleh Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan” jelasnya, Jumat
(12/12).
Terkait hal itu, saat
dimintai keterangan oleh INSTITUT,
Ketua Tim Independen Universitas, Nurul Irfan, tak banyak memberikan komentar.
Katanya, tim independen tidak bekerja sepenuhnya, melainkan hanya memberikan
saran bukan keputusan. “Kalau masalah persengketaan Pemira diambil alih oleh
Warek Kemahasiswaan agar tidak berlarut-larut.,” tutur Irfan, Jumat (12/12).
Di sisi lain, Warek
III Bidang Kemahasiswaan, Sudarnoto Abdul Hakim mengatakan, semua sengketa
termasuk FISIP diselesaikan oleh tim independen. Ia melanjutkan, hasil
persidangan diserahkan dan diputuskan oleh KPU. “Tim independen menyelesaikan
persengketaan di tingkat universitas. Lalu, memberikan rekomendasi ke rektorat
atau Warek, dan keputusan akhir tetap ada di tangan KPU,” tutupnya, Jumat
(12/12).
Berbeda dengan
Sudarnoto, Ketua KPU UIN Jakarta, Hilman A. Halim menjelaskan, dalam Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi kemahasiswaan UIN Jakarta pasal 20 nomor 7 tertulis bahwa
keputusan tim independen final dan mengikat. Jadi, semua keputusan hasil akhir
sengketa ada di tangan tim independen.
Setelah tim
independen memutuskan, sambung Hilman, hasil akan dimumkan oleh KPU.
“Regulasinya tetap KPU yang mengumumkan hasil sidang. Bedakan antara memutuskan
dan mengumumkan,” pungkasnya, Sabtu (13/12).
AN