Berbagai
masalah menghiasi Pemilihan Umum Raya (Pemira) 2014 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang diselenggarakan awal Desember lalu, yakni molornya jadwal
pemilihan, jadwal penutupan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang berubah-ubah,
dan kesalahan cetak surat suara. Permasalahan itu mengakibatkan kerugian bagi
beberapa pihak.
Kesalahan cetak surat suara terjadi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan (FITK), berupa tertukarnya nama pasangan calon ketua Himpunan
Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan Agama Islam (PAI) antara nomor urut satu dan
dua. Selain itu, ditemukan juga kesalahan penempatan foto antara calon ketua
dan wakil HMJ Pendidikan Fisika. Karena kesalahan tersebut, pihak KPU mencetak
kembali surat suara yang cacat. Tidak hanya di FITK, kesalahan surat suara juga
terdapat di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Selain cacatnya surat suara, kesalahan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
dikeluhkan oleh beberapa pihak terjadi pada jadwal pemungutan suara yang tak
jelas. Sigit Purwanto, Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS)
FITK, menyayangkan keterlambatan pembukaan TPS. Seharusnya, pencoblosan dimulai
pukul 08.00, namun pemilih baru dapat melakukan pencoblosan pukul 10.00.
“Sebenarnya panitia KPPS sudah hadir sejak pagi. Tapi ternyata ada
hal-hal yang belum diselesaikan oleh KPU pusat. Pihak KPU juga terlambat
memberitahu KPPS terkait keterlambatan jadwal,” keluhnya, Rabu (4/12).
Sigit menambahkan, seharusnya KPU dapat tepat waktu. “Dalam hal ini, saya
rasa KPU pusat sebagai pembuat regulasi dan kebijakan kurang siap dalam
menyelenggarakan pemira,” terang Sigit.
Kekecewaan atas KPU tidak hanya dirasakan Sigit. Salah satu pemilih
menyayangkan keputusan KPU tentang jadwal pembukaan dan penutupan TPS yang
dinilai tidak konsisten. Muhammad Sulaiman, mahasiswa Fakultas Syariah dan
Hukum (FSH) mengatakan itu suatu kesalahan bagi KPU.
“Seharusnya pihak KPU konsisten dalam membuat keputusan, sehingga
mahasiswa tidak dibingungkan dengan jadwal yang berubah-ubah,” tuturnya, Jumat
(5/12).
Molornya jadwal pemilihan di TPS, berakibat pada panjangnya antrean
pemilih. Hal ini terlihat di Fakultas
Sains dan Teknologi (FST). Akibatnya, beberapa mahasiswa memutuskan tidak
memilih, salah satunya Ika Rianti. “Sebenarnya saya sudah antre, tapi karena
terlalu lama hingga masuk waktu zuhur, jadinya saya salat dulu dan setelah
kembali, antrean masih panjang,” dalihnya, Senin (1/12).
Ketua KPU, Hilman A. Halim menjelaskan alasan keterlambatan dibukanya
TPS di setiap fakultas. Awalnya, surat suara seharusnya didistribusikan dari
pukul 3.00 sampai 7.00 pagi. Namun, karena surat suara terakhir tiba pukul
7.30, maka distribusi ke setiap fakultas juga
ikut terhambat.
Mulanya, pihak percetakan punya waktu empat hari untuk mencetak surat
suara. Namun, ada beberapa data yang tidak terbaca ketika saksi menyerahkan
berkas calonnya. Sehingga butuh waktu untuk menghubungi calon agar menyerahkan
berkasnya ulang.
“Karena kendala tersebut, kita juga terlambat memberikan desain pada
pihak percetakan,” ungkap Hilman. Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)
ini juga mengatakan tidak ada waktu khusus yang disediakan KPU untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan berkas para calon.
Menanggapi kinerja KPU, ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Cena
Aprilia, menganggap keterlambatan itu disebabkan oleh tidak matangnya persiapan
KPU. Selain karena keterlambatan dari percetakan, sehingga surat suara tidak
terdistribusi secara serempak.
Cena menuturkan, setelah sebagian surat suara datang, pihak KPU langsung
mendistribusikannya ke TPS yang dirasa sudah siap. “Kami dari Bawaslu ikut
menghitung surat suara yang datang pukul tiga malam hari bersama KPU. Namun,
pihak percetakan mendatangkan surat suara secara bertahap. Jadi surat suara
terakhir datang pukul 7.30 pagi,”
jelasnya (4/12).
Melihat hal itu, salah satu tim sukses pasangan kandidat Dema-U, Caesal
Regia menyatakan KPU tidak siap menyelenggarakan pemira ini. Ia menilai dengan
adanya keterlambatan dibukanya TPS dan kesalahan teknis lain, pemira kali ini
tidak tertib.
“Sumber
daya manusia dari KPU sendiri sangat kurang, sehingga kinerjanya kurang
maksimal. Bandingkan saja, 30 anggota KPU terpusat mengurus 19.000 lebih Daftar
Pemilih Tetap (DPT) yang beredar di UIN Jakarta,” papar Caesal (5/12).
Nur
Hamidah