![]() |
(Sumber: www.lensaindonesia.com)
|
Angka
golongan putih (golput) pada Pemilihan Umum Raya (Pemira) 2014 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta mencapai 5.947 atau sekitar 34,5% dari 17.254 total Daftar
Pemilih Tetap (DPT). Ada beragam alasan yang mendasari mahasiswa memutuskan
untuk tidak menggunakan hak suaranya.
“Maju atau enggaknya sama aja deh. Kita enggak ngerasain.
Saya lihat kegiatan mereka (Dema-U dan Sema-U) paling OPAK. Jadi, enggak ada feedback
buat kitanya juga,” begitu ujar Ika Riyanti, mahasiswa semester III Program
Studi (Prodi) Fisika Fakultas Sains dan Teknologi (FST) saat ditanya perihal
alasannya memutuskan golput pada Pemira UIN Jakarta 2014, Senin (1/12) lalu.
Serupa dengan Ika, Ibnu Yahya, juga lebih memilih tinggal di rumah
ketimbang harus pergi ke kampus hanya untuk memberikan suaranya dalam pemira.
Saat ditanya alasannya, mahasiswa semester III Prodi Sistem Informasi FST ini
mengaku tidak tertarik dengan pemira. “Biasa aja sih. Enggak minat
juga,” katanya, Jumat (5/12).
Lain lagi dengan Ahmad Saefurrahman. Mahasiswa Prodi Teknik Pertambangan
Fakultas Sumber Daya Alam dan Lingkungan (FSDAL) ini tidak mencoblos lantaran
tidak mengenal kandidat yang harus dipilih. Padahal, Ipung, begitu ia
dipanggil, mengaku berminat memilih jika ada salah salah satu calon yang
mensosialisasikan diri. “Cuma ada spanduk doang. Enggak ada yang sosialisasi
(kampanye) ke kita,” ujarnya, Jumat (5/12).
Ika, Yahya, dan Ipung hanya tiga dari lima ribuan mahasiswa yang tidak
menggunakan hak suaranya saat pemira lalu. Berdasarkan data yang dihimpun INSTITUT
selama tiga hari pelaksanaan pemira, FSDAL, FST, dan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi (FIDIKOM) tercatat sebagai fakultas yang memiliki persentase
angka golput tertinggi di antara fakultas-fakultas lainnya.
Dari total 1.780 jumlah DPT FIDIKOM, hanya 60,3% atau 1.073 suara yang
terkumpul. Sisanya, 39,7% atau 707 mahasiswa golput. Sementara FST, dari total
1.997 jumlah DPT, suara yang terkumpul hanya 52,7% atau 1.053 suara. Sisanya,
47,3% atau 944 mahasiswa golput. Sedangkan FSDAL, dari total 97 jumlah DPT,
hanya 4,1 % atau empat mahasiswa yang menggunakan hak suaranya. Dengan kata
lain, 95,9% mahasiswa FSDAL golput. Angka golput di ketiga fakultas tersebut
tidak termasuk jumlah suara tidak sah dan abstain.
Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) FST, Azkiya Banata,
menyadari minimnya angka partisipasi mahasiswa FST saat pemira lalu.
Menurutnya, tingginya angka golput di FST bukan karena minim sosialisasi pemira dari pihak KPPS, namun, padatnya
jadwal kuliah dan kegiatan-kegiatan praktikum membuat sebagian besar mahasiswa
FST enggan antre untuk mencoblos. “Kita itu (mahasiswa FST) tugas praktikum aja
hampir setiap hari,” ujarnya, Jumat (5/12).
Lain FST, lain lagi dengan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK).
Meski hanya mengumpulkan total 2.143 suara atau sekitar 63,3 % dari 3.387
jumlah DPT, menurut Ketua KPPS FITK, Sigit Purwanto, angka itu meningkat dari
pemira sebelumnya yang hanya mengumpulkan total 1.700-an suara dari sekitar
4.000 DPT.
Jumlah itu sudah termasuk mahasiswa di atas semester 7. Berbeda dengan
tahun ini yang dibatasi hanya sampai mahasiswa semester 7. “Jadi, menurut saya,
naiknya sudah lumayan signifikan,” katanya, Kamis (4/12).
Menurut Ketua KPU Pemira 2012, Mughni Labib, ada dua faktor yang membuat
beberapa mahasiswa enggan menggunakan hak suaranya pada pemira kali ini.
Pertama, Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai
syarat memilih yang dibebankan kepada mahasiswa, dinilai Labib, agak
berat. Kedua, jadwal pembukaan TPS yang
molor hingga hampir dua jam juga memicu mahasiswa malas mencoblos. “Antrean
panjang kan karena jadwalnya molor,” katanya, Jumat (5/12).
Meski menyayangkan dua faktor tersebut, namun, Labib mengapresiasi
kinerja KPU pada pemira tahun ini. Menurutnya, pihak KPU telah berupaya
maksimal meski diberi waktu satu bulan untuk mempersiapkan semua proses
pemungutan suara mulai dari tingkat jurusan, fakultas, dan universitas. Berbeda
dengan tahun lalu yang diberi waktu hampir dua bulan untuk dua pemungutan di
jurusan dan fakultas.
Senada dengan Labib, Ketua Kongres Mahasiswa Universitas (KMU) 2009, Ayip
Tayana, juga angkat bicara terkait animo mahasiswa memilih dalam pemira.
Menurutnya, ada dua faktor utama yang menyebabkan mahasiswa enggan
berpartisipasi dalam demokrasi kampus. Pertama, mahasiswa memang apatis alias
tidak peduli dengan organisasi kampus. Kedua, sikap apolitis ditimbulkan karena
kekecewaan mahasiswa terhadap kinerja Dema maupun Sema sebelumnya.
Oleh karena itu, lanjut Ayip, tugas ketua HMJ, Dema-F, Sema-F, Dema-U,
maupun Sema-U terpilih nanti adalah memberikan pemahaman pada mahasiswa agar
lembaga kemahasiswaan tak lagi dipandang sebelah mata. “Jangan sampai momen
tahunan ini sekadar momen pergantian jabatan yang kerjanya hanya begitu-begitu
saja,” pungkasnya, Jumat (5/12).
Thohirin