Surat untuk Syeh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selamat malam (lantaran saya menulis pada
pukul 23.45 WIB) bapak rektor terpilih...
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yg sudi
mengkaruniai kesempatan umat Muhamad, Nabi akhir zaman ini betutur sapa melalui
media layang berikut.
Salam budaya...
Sebelum saya bicara kebudayaan terlalu jauh,
saya akan mengucapkan selamat terlebih dahulu atas terpilihnya Bapak Prof. Dr. Dede
Rosyada, MA sebagai kholifah kita selama tiga tahun mendatang. Kepercayaan
penuh kami teguh tangguhkan kepada Bapak terpilih.
Bapak Rektor yang selalu dinanti syafa'atnya
oleh para civitas kampus, perkenalkan, saya budak para pegiat teater kampus
yang tidak lama lagi mengestafetkan tongkat jabatan kepercayaan ini kepada
pengurus berikutnya. Ibarat manusia yang dekat dengan ajalnya ingin sedikit berbagi
kisah kasih para pegiat seni kampus. Pada saat ini, kami berada pada fragmen kemirisan
dan memprihatinkan. Fragmen yang sepatutnya bisa dirubah-kembangkan menjadi
sebuah senyum bangga para pegiat seni kampus.
Dalam usianya yang terbilang dewasa, teater
tidak bisa dianggap childees. Teater juga tengah mendewasakan diri menyesuaikan
dewasanya UIN menuju Wordl Class University. Teater Syahid yang sempat
dinobatkan sebagai teater senior pada tahun 2009 lantaran prestasinya sebagai
juara umum festifal jakarta tiga kali berturut-turut ini hendak menstandarkan
nilai pendidikan di dalamnya. Adapun dalam bentuk konkretnya, sudah terealisasi
program pendidikan anggota yang dikiblatkan pada kurikulum Teater Kubur,
Bengkel Rendra dan Teater Koma. Namun, masih memiliki ketimpangan dalam hal
fasilitas. Hal yg mustahil bagi teater senior kampus tidak memiliki gedung
pertunjukan yang sesuai standar. Pastinya ini akan menimbulkan dampak negatif
dalam pemenuhan nilai estetika pertunjukan.
Bapak Rektor yang selalu dinanti
syafa'atnya oleh civitas kampus, coba menganalogikan sebuah kue ubi goreng,
mana mungkin disajikan dalam toples yang karat tutupnya ketika dihidangkan
kepada tetamu dari mancanegara sementara label kita di depan terpampang gagah WCU
(Wordl Class University). Begitu juga dengan pertunjukan yang disuguhkan Teater
Syahid kepada para penggemar setianya. Cukup menggelitik kalau pada tahun 2016
nanti Teater masih setara dengan topeng monyet yang dijajakan di pinggir jalan
dan hanya dapat respon autis bagi para penikmatnya. Bersyukur saat ini kita saat
ini masih memiliki gedung olahraga yang mengharuskan kami lembur siang malam
seminggu mendirikan rijing/kerangka panggung sebelum pementasan berlangsung.
Ini yang saat ini kami nilai miris dan memprihatinkan.
Bapak Rektor yang selalu dinanti
syafa'atnya oleh para civitas kampus, barangkali sejauh ini Teater kaprah disalah-artikan
sebagai tontonan an sich dan tidak sedikit pun membawa tuntunan bagi penikmatnya.
Namun, setiap langkah kami berusaha mengajak
penonton untuk berkontemplasi pada kondisinya pada waktu itu. Kami tak sekadar
memberi ruang hiburan masyarakat kampus, kami menawarkan multi-disipliner yang
bebas ditafsirkan penonton demi pemenuhan jiwa dan fikir mereka. Kami coba
berlaku fleksibel, membuka ruang aspirasi masyarakat selebar-lebarnya. Maka
dari itu, jangan kerdilkan kami dengan membatasi ruang gerak kami.
Bapak Rektor yang lagi-lagi dinanti
syafa'atnya oleh para civitas kampus, besar harapan kami atas program-program
yang dicanangkan bisa disinergikan dengan program-program Unit Kegiatan Mahasiswa.
Perjalanan menuju realisasi tentunya banyak sedikit membutuhkan apa yang
dinamakan proses. Proses pemahaman kiranya yang dibutuhkan dalam
mempertimbangkan suatu keputusan guna memenuhi aspirasi masyarakat kampus.
Mahasiswa sekarang bukanlah robot yang dijerat tugas-tugas kuliah setiap harinya.
Mahasiswa juga manusia yang membutuhkan penyegaran dalam dirinya. Melalui Unit
Kegiatan Kampus kiranya waktu mahasiswa bisa dijamin out put positifnya.
Melalui UKM-UKM yang ada di Student Center pula penunjangan suplemen mereka
bisa terpenuhi.
Bapak Rektor yang dinanti syafa'atnya oleh
para civitas kampus, terakhir saya coba menampakkan cuplikan idealisme kami yang
bisa jadi belum patut di sebut dengan prestasi. Belakangan 5 tahun terakhir,
Teater Syahid memang diakui tidak bisa menelorkan kebanggaan melalui medali.
Namun, saya ajak Bapak rektor mengintip pementasan kami 3 tahun terakhir. Pada
tahun 2010 dalam lakon Sobrat kami berhasil meraup tatapan penonton sebanyak
3000 pasang mata. Tahun berikutnya dalam lakon Perahu Putih kami ada 2545 bangku
terisi. Tahun berikutnya dalam lakon MADA terhitung 2750 penonton mengisi
tribbun Hall Student Center. Dalam pertunjukan teranyar kami sebanyak 2455
penonton memenuhi Hall Student Center. Hal semacam ini kiranya yang saya sebut prestasi
non simbolik. Ukuran teater kampus saya kira bukan nilai yang tipis untuk
sebuah prestasi. Kami mampu konstan menjaga kepercayaan masyarakat kampus dalam
hal berkesenia. Dan hal semacam ini pula yang kami nilai sebagai hal yang miris
nun memprihatinkan.
Terimakasih.
Salam ta'dzim
Budak Pelaku Seni Kampus