“Gong…!”
Suasana teater yang gelap kini mulai diterangi oleh cahaya yang tertuju ke
panggung. Seketika dua orang pemain muncul dari balik panggung. Mereka ialah
Pekcang dan Marita, anggota kelompok Geng Mentalika. Marita tampak kesakitan
setelah tangan kanannya tertembak oleh tentara sekutu. Sementara Peckang, pemuda
berkaki pincang, berambut gondrong serta bermata picek itu, berhasil
menolongnya ke tempat yang aman.
Satu-persatu
anggota Geng Mentalika mulai berdatangan mengunjungi Pekcang dan Marita.
Kemudian, geng yang beranggotakan keluarga veteran ini, merencanakan kudeta
untuk menggulingkan pemerintahan. Mereka merasa hak asasinya terbelenggu sejak
pergantian presiden. Lantas, mereka menyusun rencana untuk menyerang markas
pemerintah.
“Kita
harus bersiap untuk serangan esok hari,” ucap Geger selaku ketua Geng Mentalika
saat menyusun rencana kudeta. Mereka sedang berdiskusi untuk memilih siapa yang
akan berada di garis depan. Pekcang yang bernama asli Maruta, terpilih menjadi
orang yang berada di garis depan.
Kabut
Tirem salah seorang anggota Geng Mentalika membocorkan informasi kudeta kepada
pemerintah. Karena informasi yang bocor tersebut, pemerintah segera menyiapkan
tentara dan polisi untuk menjaga keamanan sekitar dan mencegah serangan Geng
Mentalika.
Situasi
di Kelompok Mentalika menjadi semakin menyulitkan, karena ada perpecahan antar anggotanya.
Geger berpendapat, Pekcang yang sebenarnya anak seorang bangsawan ingin merebut
kekuasaannya, yakni menjadi pemimpin Geng Mentalika. Tidak hanya itu,
perseturuan cinta segitiga antara Geger, Pekcang, dan Marita juga menambah
rentetan permasalahan.
Walaupun
sedang terjadi perselisihan antar anggota, Geng Mentalika tetap menjalankan
kudeta. Esok harinya, Geng Mentalika mulai menyerang pemerintah. Pertempuran
terjadi polisi dan tentara menembaki tiap anggota geng tersebut. perlahan-lahan,
korban berjatuhan dari kedua belah pihak.
Situasi
yang sedang menyulitkan Geng Mentalika dimanfaatkan oleh Kabut Tirem. Ia
menyandera Marita yang sedang lengah, dan mengatakan bahwa ialah mata-mata dari
pemerintah. Untungnya Pekcang datang dan Marita terselamatkan, Kabut Tirem
semakin terdesak.
Geng
Mentalika yang hanya menyisakan Pekcang dan Marita mendesak Kabut Tirem untuk
menyerah. Namun, Kabut Tirem malah memprovokasi Pekcang dan Marita. Ia berkata
Pekcang ialah anak seorang bangsawan. Marita yang semakin bingung, memutuskan
untuk menyerang keduanya.
Akhirnya,
Pekcang dan Kabut Tirem saling tusuk. Keduanya pun tumbang. Pekcang yang sedang
sekarat berusaha menjelaskan kejadian yang sebenarnya kepada Marita, sayangnya
ia mati kehabisan darah. Geng Mentalika hanya menyisakan Marita seorang diri.
Renny
Djajoesman selaku sutradara kisah Pekcang dan Marita, mengatakan tujuan
diadakannya teater ini merupakan pesan kepada generasi senior agar jangan
bertindak seenaknya kepada anak muda.
Generasi
Senior jangan mendidik anak secara otoriter, tambah Renny, karena setelah ia
dewasa ia akan kehilangan jati dirinya dalam menjalani kehidupan. “Semua manusia
mempunyai keinginan untuk hidup melalui caranya sendiri,” ujarnya, Selasa
(11/11).
RR