Selain itu, pengesahan UU Pilkada Nomer 22 Tahun 2014 juga menuai
protes dari berbagai macam elemen masyarakat termasuk mahasiswa. Salah
satunya mahasiswa-mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Patriotik
Indonesia (GPPI). Mereka melakukan aksi penolakan UU Pilkada di depan Halte
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Selasa (14/10).
Menurut ketua GPPI Jeanita, aksi ini merupakan bentuk penolakan
mahasiswa terhadap UU Pilkada No 22 Tahun 2014 yang disahkan beberapa waktu
lalu. Ia juga mengatakan, aksi tersebut adalah bentuk kepedulian GPPI terhadap
demokrasi di Indonesia.
Meski menolak UU Pilkada No 22 Tahun 2014 itu sulit terealisasi,
kata Jeni, GPPI dan gerakan masyarakat lainnya tak akan menyerah. “Masyarakat
sangat gelisah, itu terbukti dari yudisisal
review yang sering diajukan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar Jeni
seusai berorasi.
Menurutnya, disahkannya UU Pilkada No 22 Tahun 2014 akan
memunculkan benih-benih Neo Orde Baru (Orba). Hal tersebut terbukti dengan
merapatnya partai-partai yang memiliki kedekatan dengan rezim orba ke dalam
Koalisi Merah Putih (KMP). “Munculnya simbol neo orde baru terlihat dari
semakin kuatnya KMP di parlemen” jelas Jeni.
Senada dengan Jeni, Koordinator aksi Budi Permana mengatakan, saat
ini masyarakat dihadapkan pada persoalan politik yang rumit. “Apalagi dengan
terbentuknya dua kubu, KMP dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Keduanya sibuk
memperebutkan kursi kekuasaan tanpa memedulikan rakyat,” jelasnya, Jumat (17/10).
Dengan adanya aksi ini, Budi berharap, UU Pilkada No 22 Tahun 2014
yang sudah disahkan dapat dibatalkan. Karena menurutnya, jika UU Pilkada
tersebut dibiarkan maka rezim orba akan muncul lagi.
Menanggapi hal demikian, mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora
(FAH), Mitra Lesmana mengatakan, aksi penolakan UU Pilkada No 22 Tahun 2014 yang
dilakukan di depan Halte UIN Jakarta kurang efektif. Karena menurutnya, aksi
tersebut hanya menambah kemacetan jalan.
Ia menyarankan, sebaiknya aksi seperti itu dilakukan di tempat
yang bisa didengar oleh pemerintah. “Lagi pula yang ada di jalan itu kan belum
tentu para pejabat. kemungkinan untuk didengar pun kecil,” ujarnya, Jumat
(17/10).
Di sisi lain, ia sependapat dengan GPPI untuk tidak menyetujui UU
Pilkada No 22 Tahun 2014. Karena baginya,
UU tersebut akan membuat pemilihan tidak transparan dan rentan terjadinya
kecurangan.
YA