Demi
meningkatkan integritas keilmuan, UIN Jakarta menerbitkan buku ajar melalui UIN Jakarta Press. Buku
ajar berfungsi sebagai buku utama dan penunjang kuliah mahasiswa. Sebagai
penerbit nonstruktural, UIN Jakarta Press hanya mampu menerbitkan buku sekitar
200 eksemplar. Jumlah itu dibagikan kepada dosen, perpustakaan utama dan
fakultas. Karena kuantitas terbitan
minim, mahasiswa terpaksa memfotokopi buku ajar.
Menanggapi
hal tersebut, Direktur UIN Jakarta Press Idris Thaha menjelaskan, minimnya
jumlah buku yang diterbitkan karena tidak ada anggaran dari universitas.
Berbeda pada tahun 2013, UIN Jakarta menganggarkan dana untuk percetakan dan
hibah dosen, Rp10 juta untuk individu dan Rp15 juta untuk kelompok melalui UIN
Jakarta Press.
Sedangkan
untuk tahun ini, UIN Jakarta Press tak mendapat kucuran dana sepeser pun.
“Karena tahun ini wakil rektor bidang akademik tak mengadakan program
penerbitan buku ajar,” ujarnya, Senin (22/9). Idris menambahkan, tak adanya
dana penerbitan buku ajar menyebabkan seluruh pengelola UIN Jakarta Press
seperti editor dan pembaca ahli tak digaji.
Kondisi
ini diamini oleh Direktur UIN Jakarta Press tahun 2002-2006, Abudin Nata. Ia
menjelaskan, sejak berdirinya lembaga penerbitan, universitas tidak pernah
menganggarkan sedikit pun dana untuk biaya operasional. Hal tersebut karena UIN
Press merupakan lembaga otonom yang tidak masuk satuan kerja universitas.
Sebagai
lembaga otonom, UIN Jakarta Press dapat
mencari dana untuk keberlangsungan hidupnya. Tapi nyatanya, UIN Jakarta Press
dilarang mencari keuntungan dari usahanya lantaran lembaga penerbitan ini
menggunakan nama UIN Jakarta.
Ketiadaan
dana tetap membuat UIN Jakarta Press tak berhenti menerbitkan buku. Salah satu
strategi yang dilakukan saat itu yakni menjalin kerja sama dengan penerbit
lain. “UIN Jakarta Press harus mandiri karena tidak mempunyai apa-apa,
sedangkan jika ingin menjadi unit usaha sendiri akan berat,” kata Abudin, Kamis
(23/9).
Semasa
Abudin menjabat, lembaga penerbitan ini bekerja sama dengan beberapa penerbit
yang kredibel, di antaranya Raja Grafindo, Angkasa, dan penerbit lain yang
tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Namun, bentuk kerja sama ini tidak berlanjut
hingga saat ini. Sebab, selepas Abudin
menjabat, tidak ada lagi staf yang mengurus.
Pengajuan
UIN Jakarta Press untuk masuk ke dalam struktur universitas sudah pernah
dilakukan. Namun, perdebatan terjadi karena beban anggaran akan lebih besar
jika struktur UIN Jakarta semakin gemuk. Selain itu, diperlukan pula proses
yang lama dalam pembentukan lembaga jika ingin berdiri sendiri.
Penerbit Baru
Mulai
tahun 2014, Lembaga Penerbitan dan Pengembangan Masyarakat (LP2M) dipercayai
oleh universitas dalam penerbitan buku ajar karena memiliki Pusat Penelitan dan
Penerbitan (Puslitpen). “LP2M telah masuk ke dalam struktur universitas,
sehingga memiliki anggaran untuk memproses penerbitan buku,” kata salah satu
editor UIN Jakarta Press, Hamid Nasuhi
(29/9).
LP2M
sendiri telah mendesain program penerbitan buku mulai tahun ini. Naskah yang
masuk akan diproses oleh editor dan pembaca ahli. Ini juga dijelaskan oleh
Husnul Khatim, Staf Pengelola LP2M. Ia menuturkan, “buku ajar tahun ini sudah
berada pada tahap evaluasi. Naskah yang
kita terima diproses oleh editor untuk dikoreksi hingga menjadi draf.”
Rabu (1/10).
Maulia Nurul Hakim