Kesimpangsiuran
kabar perihal penggusuran tanah di kawasan Puri Intan dan Sedap Malam Pisangan,
Ciputat menimbulkan polemik baru. Warga setempat menganggap, belum mengetahui
sosialisasi soal kabar tersebut. Sementara lain, pihak UIN Jakarta menyatakan
telah mensosialisasikan rencana penggusuran itu.
Seperti yang
disampaikan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Inventaris Kepemilikan Negara (IKN) UIN
Jakarta, Encep Dimyati, pihak UIN Jakarta sudah berkali-kali mensosialisasikan
kabar pengambilan alih lahan tersebut kepada warga yang ada di daerah Sedap
Malam dan Puri Intan.
Namun, warga
meminta waktu pengosongan rumah, mereka yang menentukan dan bukan dari pihak
UIN. Berulang kali UIN Jakarta
memberikan kesempatan kepada warga untuk mengosongkan rumah, tapi mereka selalu
menunda-nunda. “Mereka selalu bilang besok dan besok terus,” ujar Encep, Selasa
(9/9).
Ia juga
menuturkan, warga berbohong jika mengatakan UIN tidak pernah melakukan
sosialisasi. Padahal, antara warga dan pihak UIN sudah pernah bertemu di Gedung
Syahida Inn untuk membicarakan semuanya.
Status lahan
yang masih simpang siur itu mengakibatkan banyak indekos dan kontrakan warga
tak berpenghuni. Mahasiswa ragu untuk mengindekos di daerah sana. Seperti yang
dirasakan mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) UIN Jakarta, Ira Hermawati.
Ira mengatakan,
selain ragu, kondisi bangunan yang sudah tak layak huni pun menjadi alasan.
Ditambah, rumah yang di sebelah indekos itu sudah diambil alih oleh UIN Jakarta
dan kini sudah rata dengan tanah. “Awalnya mau ngekos di sana karena iming-iming harganya murah. Tapi saya khawatir
kalau nanti tiba-tiba digusur dan harus pindah secara mendadak,” ujar Ira,
Senin (15/9).
Senada dengan
Ira, Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Jakarta, Praditya Ari Pradana, juga merasa ragu ngekos di daerah Pisangan, Ciputat. Hal
ini dikarenakan, ia mengetahui soal Master
Plan yang sudah lama dicanangkan oleh UIN Jakarta.
Daerah Pisangan
juga, kata Ari, menjadi target penggusuran UIN. “Takut digusur, mending cari di
daerah Pesanggrahan walaupun jauh dari Kampus II,” ucap Ari, Rabu (22/10).
Menanggapi
keraguan mahasiswa itu, pemilik kontrakan di Jl. Sedap Malam RT 003/17,
Pisangan, Mardi, menjelaskan dirinya menjamin kalau daerah kontrakannya tidak
akan digusur. Menurutnya, Jl. Sedap Malam bukan tanah milik UIN Jakarta.
Meski begitu,
sambung Mardi, warga daerah Jl. Sedap Malam bersedia menyerahkan tanah mereka
jika UIN Jakarta ingin menggunakan daerah tersebut untuk pembangunan sarana
pendidikan. Namun, mereka menuntut dana kompensasi yang sesuai karena dulunya
mereka membeli dari Yayasan Pembangunan Madrasah Islam Ihsan (YPMII). “Kecuali
komplek dosen UIN, itu kan rumah dinas, jadi UIN berhak mengambilnya kembali,”
jelas Mardi, Kamis (11/9).
Di sisi lain,
pemilik kontrakan yang juga di daerah Jl. Sedap Malam, Tarakat, mengatakan
dirinya memberi jaminan kepada setiap mahasiswa yang ingin menghuni kontrakannya.
“Sebagai jaminan, saya akan mengembalikan uang 100 persen kepada mahasiswa kalau
nanti kontrakannya digusur,” tegasnya.
Selain banyak
kontrakan yang tak berpenghuni, kesimpangsiuran kabar itu juga membuat beberapa
warga berani untuk merenovasi rumahnya. Padahal mereka tahu, lambat laun daerah
rumahnya akan diambil alih dan digusur oleh UIN Jakarta.
Semisal
Firdaus, salah satu warga Sedap Malam yang merenovasi rumahnya. Alasannya
merenovasi adalah untuk memperluas tempat tinggalnya yang juga digunakan
sebagai indekos laki-laki.
Menurutnya,
pihak UIN Jakarta tidak pernah memberikan sosialisasi perihal penggusuran. Jadi
ia tidak ragu untuk merenovasi dan memperluas kediamannya. “Kalau masalah
penggusuran, itu isu dari dulu. Pihak UIN tidak pernah sosialisasi sih,” ungkapnya, Rabu (22/9).
Menanggapi
pernyataan warga yang menolak digusur, Encep berani menantang warga untuk
menunjukkan sertifikat kepemilikan tanah. Karena ia tahu, kalau tanah itu milik
negara dan pastinya warga tidak memiliki sertifikat resmi.
Menurutnya,
warga hanya memiliki akta jual beli dan itu tidak sah. “Katanya, warga mau
membuat sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), dari lurah aja ditolak,
apalagi dari camat,” tutupnya.
AS