Begitu banyak keyakinaan berbeda
mengenai konsep kenabian, seperti Sunni, Syiah, dan Ahmadiyah. Sebagai aliran
dalam Islam, ketiganya memiliki pandangan dan dasar yang berbeda soal konsep sang
pembawa pesan Tuhan itu.
Ahmadiyah misalnya, meyakini bahwa
harus ada pembeda antara Rasul sebagai sang pembawa ajaran Tuhan, dan nabi yang
menjalankan sekaligus melestarikan ajaran Rasul. Oleh karenanya, sekte Islam
yang diprakarsai oleh Mirza Ghulam Ahmad itu meyakini bahwa Mirza sebagai nabi
setelah Rasul Muhammad.
“Nabi
pembawa syariat yang terakhir tentu saja Nabi Muhammad. Namun, nabi yang hanya
menerima wahyu dari Allah masih bisa ada lagi setelah Nabi Muhammad,” ujar
Abdul Rozak, tokoh Ahmadiyah dalam seminar Konsep
Kenabian Lintas Aliran: Sunni, Syiah, dan Ahmadiyah di lantai 4 ruang
teater Fakultas Ushuluddin, Rabu (17/9).
Menurut Rozak,
konsep kenabian menurut Ahmadiyah telah sesuai dengan Al-Qur’an. Ahmadiyah,
katanya, meyakini bahwa masih ada nabi setelah Nabi Muhammad. Namun, nabi
tersebut hanya menerima kabar gaib dari Allah dan harus tetap taat pada ajaran
Nabi Muhammad.
Bertolak belakang
dengan Ahmadiyah, sebagai sekte Islam yang dianut mayoritas Muslim
Indonesia, aliran Sunni percaya bahwa tak ada nabi terakhir setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Sunni, seperti kata Edwin, meyakini Nabi Muhammad adalah nabi yang
terakhir. Begitu pula dengan wahyu Tuhan yang sudah tertutup bersamaan dengan
wafatanya Nabi Muhammad.
Salah satu
perwakilan Sunni, Edwin Syarif menambahkan, berita gaib berupa ilham yang masih
bisa turun setelah zaman Nabi Muhammad. Penerima ilham ini disebut sebagai
wali. “Arti khatamun nabiyin adalah
nabi penutup. Nabi Muhammad adalah nabi terakhir menurut pandangan Sunni,” ujar
Edwin, Rabu (17/9).
Lain Sunni,
lain pula Syi’ah. Muhsin Labib, selaku perwakilan Syi’ah dalam seminar tersebut
mengutarakan, nabi merupakan posisi luhur yang tak bisa setiap orang
menjastifikasinya. Terlebih, nabi adalah utusan yang sudah mendapat hak khsusus
untuk berkomunikasi dengan-Nya. Hal ini juga yang kemudian landasan Syiah dalam
meyakini konsep kenabian.
Muhsin
menyesalkan kekerasan kerap terjadi di Indonesia. Menurutnya, masyarakat Indonesia
masih belum bertoleransi dalam beragama.
“Seharusnya kita tidak perlu mencampuri keyakinan orang lain, tidak usah
mengganggu keyankinan orang,” tuturnya.
Seminar ini
diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jurusan Akidah Filsafat. Mereka bekerjasama
dengan Forum Filsafat UIN Jakarta. Acara ini diselenggarakan dalam rangka
menggiatkan kembali forum diskusi filsafat di kalangan mahasiswa.
Erika Hidayanti