Penulis:
Hisanori Kato
Penerbit:
PT. Kompas Media Nusantara
Isi:
176 Halaman
Terbit:
April 2014
ISBN:
978-979- 709-798-1
“Agama dalam kehidupan di Indonesia memainkan peranan yang penting. Ini
bukanlah kebingungan, melainkan satu kejutan baru bagi saya, karena berbeda
dengan di Jepang tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Di sekolah umum di
Jepang, kata “agama” dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Yang bisa saya katakan
adalah sangat tidak mungkin agama menjadi topik pembicaraan, kecuali dalam
pelajaran sejarah. Akan tetapi, dalam pendidikan di Indonesia, agama justru
ditempatkan dalam posisi yang penting.” (Islam di Mata Orang Jepang hal.4)
Petikan
paragraf dalam buku berjudul Islam di
Mata Orang Jepang di atas merupakan pandangan seorang sosiolog Jepang yang meneliti
seluk-beluk Islam di Indonesia dalam kurun waktu 1991-2001. Melalui
hasil wawancara dan analisisnya dengan beberapa tokoh Islam dari berbagai
mazhab dan aliran, ia mengungkap persamaan dan perbedaan persepsi ajaran Islam,
baik Islam moderat, fundamental, maupun Islam liberal.
Melalui percakapannya dengan seorang pakar hukum, Bismar Siregar, Kato menulis
arti “memaafkan” dalam pandangan Islam berarti mengubah emosi negatif menjadi
emosi positif. Bagi manusia, kebencian adalah perasaan yang alami, namun
manusia tidak bisa sepenuhnya dipengaruhi oleh kebencian.
Ketertarikan Kato pada Islam bermula dari sebuah pertanyaan, “kenapa para
guru Islam tidak makan dan minum di setiap waktu istirahat? Pertanyaan
selanjutnya yang memenuhi benak Kato adalah kenapa mereka berpuasa, satu hari
sembahyang lima kali, tidak mengkonsumsi daging babi, dan minuman beralkohol.
Beberapa pertanyaan itulah yang membuat Kato tertarik untuk mengetahui
Islam lebih dalam. Pada tahun 1991, laki-laki asal Jepang itu akhirnya pindah
ke Jakarta. Lalu, ia mengajar di sebuah sekolah internasional dan bertemu
beberapa pengajar beragama Islam.
Dalam bukunya, Kato menuliskan persamaan dan perbedaan Islam di Indonesia
dari berbagai persepsi. Mulai dari ajaran Islam menurut tokoh Islam moderat,
Islam liberal, Front Pembela Islam (FPI), hingga Islam fundamental.
Salah satunya ungkapan tokoh Islam moderat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tentang
keluwesan dan toleransi tanpa mengenal latar belakang agama. Gus Dur juga
menjelaskan bahwa Islam moderat tidak pernah menjadikan syariat sebagai dasar
negara, melainkan hanya sebagai salah satu penopang.
Berbeda dengan Islam moderat, Islam fundamental melalui Abu Bakar Ba’asyir mengajarkan
pemeluknya untuk mengikuti ajaran Islam yang konservatif. Artinya, semua
pemeluknya harus mengikuti ajaran yang sesuai dengan Islam terdahulu tanpa
kompromi dan toleransi terhadap agama lain.
Di sisi lain, seorang aktivis
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Eka Jaya menilai pemahaman umat Islam Indonesia
saat ini terhadap esensi ajaran Islam semakin dangkal. Kedangkalan ini terjadi,
karena masyarakat Indonesia lebih percaya terhadap sesuatu yang bersifat
rasional.
Sedangkan menurut tokoh Islam
liberal, Ulil Abshar Abdalla, Islam merupakan urusan hati setiap pemeluknya.
Karenanya, Islam tidak bisa dijadikan alat berpolitik. Islam liberal juga
menentang pembentukan negara Islam dan pemberlakuan hukum Islam.
Buku Islam di Mata Orang Jepang
merupakan sumber pengetahuan tentang Islam di Indonesia yang memiliki beberapa
mazhab dan aliran. Buku ini juga menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti, sehingga pembaca tak harus mengernyitkan dahi untuk mencerna maksud
tulisan. Tak hanya disajikan lewat pemaparan para tokoh Islam, Kato juga
menyuguhi pembaca dengan foto-foto tokoh yang memberikan persepsinya.
Meskipun memberikan pengetahuan tentang Islam di Indonesia, judul buku ini
tidak sesuai dengan isi bahasannya. Jika melihat judul, kita sebagai pembaca
akan berpikir buku ini berisi pandangan orang Jepang mengenai Islam, bukan
pandangan tokoh-tokoh Islam Indonesia.
AN