Alunan musik yang menggema di ruang teater
anak Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Minggu siang itu (7/14), menjadi pembuka acara pertunjukkan festival anak. Tirai hitam
yang menutupi panggung sedikit demi sedikit mulai terbuka. Segerombolan anak yang menggunakan kostum semut, kalajengking,
dan kostum batik sebagai aktor manusia memasuki panggung. Mereka bernyanyi dan menari
menggerakkan pinggul sambil bertingkah sebagaimana perannya.
Tak lama, gerombolan
anak berkostum semut itu kemudian berkumpul seperti ada hal yang aneh. Salah satu semut berkata akan
ada musuh yang datang ke wilayah mereka. Meski begitu, mereka sangat yakin akan
menang melawan musuhnya. Tapi ada satu semut yang berteriak berbeda, semut empat
sebutannya. Ia meragukan keberanian semut lainnya bila
musuh datang menyerang. Hal ini membuat semut ketiga tak terima dan membantahnya dengan tetap
akan berperang.
Beberapa menit kemudian, seekor kalajengking menyerang wilayah
semut. Sekumpulan semut itu
tiba-tiba berlarian dan bersembunyi ke belakang pohon. Tapi tidak bagi keempat semut yang sudah siap untuk berperang,
mereka tegak berdiri dan melawan
kalajengking tersebut. Mereka mengelilingi dan menarik kalajengking hingga bagian tubuhnya
terpisah. Menyaksikan kemenangan itu, semut lainnya keluar dari persembunyian
dan turut merasakan kemenangannya.
Keesokan harinya mereka kembali berperang. Kali ini mereka diserang
oleh kedua bocah cilik yang menggunakan kostum batik. Mereka ingin mengambil
telur semut itu untuk dijadikan makanan burung. Mengetahui hal tersebut, para
semut serempak mengerubungi dan mengigiti sekujur tubuh kedua manusia itu.
Namun ternyata kedua bocah itu tidak menyerah untuk datang keesokan harinya. Kali ini mereka
menyiapkan tumpukan kain yang ditaburi gula. Seketika, keempat semut tersebut terpancing
dan terlena akan kemanisan gula pada kain, mereka tidak sadar tubuhnya telah
terlilit kain sampai tiga semut itu mati.
Sementara semut empat berteriak kesakitan. Dengan
sisa kekuatannya, semut empat menggerakkan
kepalanya keluar sambil berpesan ke semut yang lain agar menjadi pemberani. Sesaat
setelah itu semut empat pun mati. Semut lain meneteskan air mata melihat
teman-temannya mati. Mereka menyesal karena selama ini tidak ikut membantu memperjuangkan
kemerdekaan kaum semut.
Semenjak kejadian itu, para semut berjanji
bahwa mereka akan melawan musuh-musuh yang menjajah kehidupan mereka sampai
titik darah penghabisan. Alunan musik kembali
terdengar. Semua pemain
kembali ke atas panggung untuk menari bersama. Tarian
itu pun menjadi penutup teater tersebut.
Teater anak berjudul The Patriot ini mencoba
menggambarkan semangat juang penduduk Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh
sutradara teater tersebut, Yamin Azhari. “Teater ini juga ingin menyadarkan warga Indonesia, bahwa perjuangan di Indonesia telah
punah. Bahkan sekarang kita
dijajah oleh diri kita sendiri misalnya korupsi yang ada di mana-mana,”
ungkapnya.
Menurut salah seorang penonton, Muhammad Habibburrahman, teater
yang diperankan oleh anak-anak siang itu sangat menarik. “Ceritanya bagus meskipun banyak guyonan, di sana juga banyak pelajaran yang bisa
kita ambil. Teater ini cocok ditonton siapapun. Mau anak-anak ataupun orang
dewasa,“ ucapnya ketika diwawancara.
NL