Judul Buku : Mengabdi di Negeri Pelangi
Nama Penulis : Pengajar
Muda Indonesia Mengajar (Agus Rachmanto, Atika Asterina,
Saraswati, Ayu Kartika Dewi, Bayu Adi Persada,
Diah Setiawaty, Fatia Qanitat,
M. Rangga Setyahadi, Mutia Hapsari, Nanda
Yunika Wulandari, Rahman Adi
Pradana, Tika Dewi Listiarini, Wildan
Mahendra Ramadhani, Yunita Fransisca
Penyunting : Budi Suwarna
Tahun Terbit : 2013
Kota Terbit : Jakarta
Penerbit : PT. Kompas Media Nusantara
Halaman : 238
ISBN : 978-979-709-766-0
Satu tahun mengabdi
sebagai guru sukarelawan, para Pengajar Muda menyaksikan setumpuk persoalan
yang dialami warga di daerah terpencil. Mulai dari masalah kemiskinan, minimnya
kesadaran akan pendidikan, parahnya infrastruktur, kurangnya fasilitas
pendidikan, dan trauma pascakonflik.
Para pengajar
muda yang berasal dari lulusan-lulusan berprestasi dari setiap universitas di
Indonesia, memaparkan kondisi kehidupan masyarakat di desa terpencil–terutama
menyangkut anak-anak Sekolah Dasar (SD)–yang mereka ajar. Salah satunya di Desa
Sungai Cingam, Pulau Rupat. Di sana, anak-anak SD dan guru harus berjibaku di
jalan berlumpur untuk pergi ke sekolah.
Di Desa Indong,
Halmahera Selatan, keberadaan listrik dan jalan beraspal hingga kini hanya
sebatas impian. Sementara di Paser, Kalimantan Timur, industri sawit yang
menghasilkan banyak uang tidak memberi banyak keuntungan bagi pendidikan anak-anak
SD di sana. Sebaliknya, anak-anak SD yang masih belia itu terpaksa bolos
sekolah karena harus membantu orangtua mereka bekerja di kebun sawit.
Di Pulau Bacan,
Halmahera Selatan, perang saudara yang
sering terjadi di sana, membuat anak-anak Papaloang yang lucu dan polos menyimpan
trauma konflik. Namun, ketika kita masuk ke dalam artikel yang ditulis Diah
Setyawaty ini, semua permasalahan yang ada di desa terpencil itu tertutupi oleh
keluguan, kepolosan, dan keceriaan anak-anak yang ada di sana.
Dalam artikel
berjudul ‘Sebutir Permen untuk Bangsa’, Mahasiswi lulusan Jurusan Ilmu Politik
Universitas Indonesia ini menulis kalimat menarik. “Karena benda-benda menyerap
energi sang pemakainya baik energi positif maupun negatif, maka paket surat
berisi permen dan hadiah-hadiah juga akan membawa semangat dan harapan bagi
penerimanya.” Diah memberikan pesan dalam kalimatnya yang sarat akan makna.
Selain Diah, Nanda
Yunika Wulandari menggambarkan kepolosan dan keluguan khas anak-anak di desa
terpencil “Bengkalis”. Penggambaran itu ia tulis dengan judul ‘Arti Sebuah
Peta’. Anak-anak Bengkalis yang tak pernah keluar dari kampung mereka mengira,
Bengkalis lebih luas dari Indonesia. Salah seorang siswa bernama Ema bersorak
kegirangan ketika guru sukarelawan yang ditugaskan di sekolah itu membawa peta
Indonesia.
Ada juga
beberapa artikel yang membuat kita bersikap lebih optimistis terhadap masa
depan masyarakat di desa terpencil. Dalam artikel berjudul ‘Pelangi di Pulau
Rupat’ karya Agus Rachmanto dan Bayu Adi Persada, misalnya. Artikel ini menceritakan
bagaimana toleransi masyarakat yang berbeda agama di Pulau Rupat, Bengkalis, dan
Kepulauan Riau.
Barangkali
hanya di Pulau Rupat, Musabaqah Tilawatil
Quran digelar di desa yang penghuninya mayoritas non-Muslim. Bahkan,
penyelenggaraannya juga melibatkan banyak warga non-Muslim. Toleransi antar
agama juga ditemukan di Bibinoi, Halmahera Selatan. Kampung Islam dan Kristen
yang ada di sana hidup berdampingan. Bayu Adi Persada menggambarkannya dalam
‘Masih Ada “Republik” di Bibinoi.
Tulisan-tulisan
dalam buku ini, hanyalah sedikit dari setumpuk pengalaman mereka selama
bersentuhan dengan masyarakat terpencil. Maklum saja, mereka tidak mungkin
menceritakan semua hal dalam artikel-artikel singkat di buku Mengabdi di Negeri Pelangi ini.
Buku ini menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti, sehingga pembaca pun tak harus membacanya
berulang kali untuk mencerna maksud dari tulisan. Tak hanya itu, di setiap
artikel yang ada di buku ini juga disertai gambar, sehingga pembaca tak hanya
disajikan kumpulan huruf saja.
Walaupun
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, namun logika kalimat dan peletakan
tanda baca yang ada pada artikel-artikel buku ini masih kurang diperhatikan
oleh penulis. Selain itu, kesalahan penulisan (typo) juga masih banyak ditemukan di beberapa artikel.
Meski begitu, buku
ini sangat direkomendasikan untuk para calon guru dan aktivis pendidikan untuk dapat melongok ke dunia pendidikan di
pelosok Indonesia yang seringkali luput dari pantauan pemerintah.
AS