Sirkus
merupakan salah satu kesenian yang lebih dikenal di Eropa dan Amerika. Namun,
bukan berarti Indonesia tak mengenal sirkus. Banyak orang yang menggeluti sirkus di negeri ini. Yayasan
Hidung Merah (YHM) atau Red Nose
Foundation (RNF)
salah satunya.
Yayasan yang
berada di wilayah pesisir Jakarta Utara tepatnya daerah Kalibaru,
Cilincing ini adalah salah satu komunitas penggiat sirkus
Indonesia. Didirikan pada Februari 2008 oleh seorang laki-laki berkebangsaan Amerika, Dan
Roberts. Tak hanya di Cilincing, kini
YHM juga memiliki cabang di Bintaro Lama, Jakarta
Selatan.
Wawan Kurniawan salah satu pengajar YHM mengatakan, awal
berdirinya YHM ini karena ketertarikan anak-anak Cilincing pada sirkus. Mula-mula, para ibu yang tergabung di Yayasan Tanaman mengadakan
acara dan mengundang pertunjukan sirkus, kemudian
karena tertarik anak-anak mereka pun
minta diajarkan. “Setelah
beberapa kali latihan akhirnya terbentuklah yayasan ini,” jelas Wawan, Senin
(21/7).
Wawan menambahkan, kebanyakan siswa YHM
hidup di dua lingkungan kumuh Jakarta.
Cilincing merupakan sebuah desa nelayan di pantai utara Jakarta. Lingkungan di
sekitar pantai utara ini banyak dipenuhi tumpukan kulit kerang yang tercecer di
sepanjang jalan. Banyak lalat beterbangan di mana-mana akibat tumpukan kulit
kerang. Sedangkan Bintaro Lama
sendiri merupakan kampung pengumpul
botol minuman di selatan Jakarta.
Sebagian besar dari siswa YHM pun putus sekolah. Oleh karena itu, YHM memberikan beasiswa pendidikan supaya mereka kembali mendapatkan apa
yang dibutuhkan.
“Kalau sudah belajar setahun di YHM, biasanya anak-anak mendapatkan beasiswa
di sekolah-sekolah sekitar sini,” kata pria asal
Cilincing itu.
Saat ini YHM terbagi menjadi lima tingkatan kelas, mulai dari kelas TK,
kelas 4, hingga kelas 1. Usia anak didik YHM
berkisar dari 4 hingga 17 tahun. Mereka semua melakukan latihan sebanyak 3 kali dalam seminggu. Latihan yang dilakukan
setiap hari Selasa, Kamis
dan Jumat ini dimulai pada pukul 10 pagi.
“Mereka belajar berbagai teknik sirkus seperti, juggling, naik egrang, menjaga keseimbangan di atas bola
besar, dan gerakan akrobatik lain yang
biasa dilakukan pemain sirkus professional,” paparnya.
Beragam
teknik tersebut mereka pelajari menurut tingkatan kelas. Kelas satu adalah
tingkatan kelas paling tinggi di YHM. mereka sudah menguasai
semua teknik yang
diajarkan YHM. Sedangkan kelas TK belajar teknik-teknik dasar seperti akrobat memakai piring plastik dan membuat bunga kayu dari tongkat.
Kemampuan
bermain sirkus pada usia dini
membuat mereka bisa
mengisi berbagai acara di beberapa televisi
nasional. Bahkan pada tahun 2013 lalu, Wawan Kurniawan, yang juga merupakan siswa pertama dan
tertua di YHM, bersaing pada kompetisi Wheel 2013 di Chicago, Amerika. “Tahun lalu, saya menjadi
murid pertama yang mengikuti lomba di Chicago, Amerika dan mendapat nilai terbaik,” ucap pria tersebut sambil tersenyum.
Selain belajar sirkus, yayasan yang
sudah berdiri sejak tahun 2008 ini juga mengajarkan bahasa Inggris pada siswa-siswanya. Algo Fiki,
salah satu siswa YHM kelas 2 ini merasa senang bisa belajar sirkus
sekaligus bahasa Inggris di YHM. Selain biayanya yang murah, ia juga mendapatkan banyak
pengalaman. “Cuma bayar sepuluh ribu untuk pendaftaran, setelah itu gratis,”
tambah siswa yang sudah ikut bergabung di YHM sejak
tiga tahun lalu itu.
Tak
hanya Algo yang senang dengan adanya YHM di wilayah Kalibaru, Cilincing, Wawan pun merasa YHM telah membuat
banyak perubahan untuk
lingkungan di sekitarnya. Anak-anak yang awalnya putus sekolah, kini bisa
kembali mendapatkan pendidikan seperti semula. “Harapannya sih, supaya anak-anak bisa mengasah kreatifitas mereka di dunia yang mereka tekuni
sekarang serta bisa kembali bersekolah,” pungkas Wawan.
LN