Berdasarkan data keuangan UIN Jakarta, rata-rata
penerimaan UIN Parking setiap bulan
adalah Rp40 juta. Namun, penghasilan sebesar ini ternyata hanya mampu menggaji
pegawai UIN Parking Rp750 ribu per
orang setiap bulan. Gaji itu dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup selama satu bulan. Seperti yang diungkapkan oleh Sopian Hadi, salah satu
pegawai UIN Parking.
Sopian mengaku dengan gaji pokok sebesar Rp750 ribu
per bulan ditambah uang makan Rp15 ribu per hari tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan ia dan istrinya selama satu bulan. “Jangankan saya yang sudah
berkeluarga, untuk bujang saja tidak cukup gaji segitu,” ungkapnya, Senin
(30/6).
Sopian menambahkan, akibat gajinya yang minim, ia
harus memenuhi kebutuhan sehari-hari dari uang pemberian mahasiswa yang tidak
memiliki tiket parkir. “Ya, untungnya suka ada mahasiswa yang ngasih uang,” katanya.
Senada dengan Sopian, Masruri Kurniawan, sesama
pegawai UIN Parking juga mengeluhkan
masalah minimnya gaji pegawai parkir. Pria yang masih mengenyam pendidikan di
Universitas Pamulang ini bahkan pernah kesulitan untuk membayar uang ujian
karena gajinya yang minim. “Saya kan masih
kuliah dan karena gajinya minim saya pernah kesulitan saat ingin membayar uang UTS
dan UAS,” ujarnya.
Sehubungan dengan itu, Wakil Rektor (Warek) II Bidang
Administrasi Umum, Amsal Bakhtiar mengatakan, tidak tahu apa-apa soal gaji
pegawai parkir yang minim. “Urusan teknis pengelolaan parkir seperti gaji,
seluruhnya diurus oleh pengelola parkir,” tuturnya, Senin (30/6).
Amsal juga menuturkan, memang perlu adanya revisi gaji
pegawai parkir. Namun, ia tidak bisa menjamin hal tersebut terealisasi selama
tarif parkir motor masih Rp500 dan mobil Rp1000. “Saya akan menegur pengelola
parkir jika memang gajinya hanya sebesar itu. Tapi, mungkin tarif parkir harus
dinaikkan jika para pegawai ingin gaji mereka naik,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, salah satu pengelola parkir
sekaligus bendahara UIN Jakarta, Efdison mengaku, gaji pegawai parkir saat ini
masih minim. Namun, ia tidak bisa berbuat banyak karena penghasilan parkir saja
sering mengalami defisit, terutama saat mahasiswa libur, seperti bulan Juli dan
Agustus. “Untuk menutupi kekurangan itu makanya saat hari-hari besar seperti
wisuda tarif parkir dinaikkan,” paparnya, Kamis (26/6).
Selain itu, Efdison juga menambahkan, uang hasil
parkir tidak hanya digunakan untuk membayar gaji pegawai. Dalam data penerimaan
dan pengeluaran dana parkir tertera, setiap bulannya UIN Parking harus menyetorkan uang ke rekening Badan Layanan Umum
(BLU).
Terkait hal ini, Amsal mengatakan, tidak pernah ada
target untuk UIN Parking menyetor ke
rekening BLU setiap bulan karena penghasilan parkir tidak menentu.
Bukan hanya masalah gaji yang dikeluhkan para pegawai
parkir, status kepegawaian mereka yang masih belum jelas juga menjadi
kegelisahan tersendiri. Sopian mengatakan dirinya yang sudah 4 tahun bekerja
sebagai tukang parkir di UIN ingin meminta kejelasan status kepegawainnya.
“Saya sih ingin jadi pegawai UIN yang resmi, kalau sekarang kan tidak jelas statusnya,” paparnya.
Menanggapi hal itu, Amsal mengatakan, kemungkinan para
pegawai tersebut menjadi pegawai resmi UIN masih ada. “Sebenarnya yang penting
bagi saya bukan statusnya tapi revisi gajinya. Setidaknya gajinya sama dengan
Pegawai Tidak Tetap (PTT) UIN yaitu sekitar Rp2 juta,” tutupnya.
Erika Hidayanti