Transaksi politik serta
kasus Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi pada tahun 1998 telah menjadi
sejarah. Saat itu, rezim militer yang berkuasa
mengatur segala bentuk aktivitas manusia di bumi pertiwi ini. Namun, ingatan masyarakat
akan kedua peristiwa yang terjadi di
masa orde baru itu, mulai terkikis oleh adanya perkembangan zaman.
Nyatanya, memori sejarah
itu tidak hilang, hanya saja dimakan
oleh zaman. Bukan pula sengaja untuk
dilupakan, tetapi dengan sendirinya memori sejarah itu
tertutup oleh peristiwa alam. Kini, memori sejarah itu kembali diingatkan
oleh para seniman.
Salah satunya ialah Asep
Topan. Pria kelahiran 1989 ini menyuguhkan gambar berdesain barcode yang
memperlihatkan sekelompok orang yang sedang berkampanye dengan menggunakan
berbagai macam atribut.
Sesuai dengan desain barcodenya,
ia mengombinasikan warna hitam dan putih. Mengenai pemilihan kedua warna itu,
Asep memiliki pandangan tersendiri. “Hitam memiliki filosofi yang negatif.
Sedangkan, putih dapat memberikan filosofi positif bagi yang melihatnya,”
ujarnya, Selasa (8/10).
Sebenarnya, transaksi
politik ini sudah tidak asing di telinga masyarakat. Karena pada dasarnya, masyarakat Indonesia tahu akan
adanya transaksi politik itu. Hanya saja dengan adanya perkembangan zaman yang begitu cepat ini,
ingatan masyarakat mengenai sejarah transaksi politik tersebut mulai pudar.
Oleh karena itu, terkadang masyarakat perlu terus-menerus diingatkan mengenai
sejarah tersebut.
Selain itu, gambar
berdesain frekuensi gelombang yang terlihat seperti semut pada televisi itu pun
terpajang di Galeri Cipta III, Taman Ismail Marzuki (TIM). Desain tersebut diambil dengan menggunakan handphone oleh
Asep, dari berita di televisi dan media sosial terkait pemilu 2014. Pancaran
sinar lampu yang diletakkan di setiap gambar, membuat karya seni sederhana yang
dibuat dengan menggunakan teknik sablon itu sarat akan makna.
Ukuran gambar yang
terpajang di dinding itu pun berbeda-beda.
Ada yang hanya seukuran screen handphone dan ada pula yang
lebih besar dari itu. “Begitu pula dengan kertas yang digunakan. Kita
menggunakan kertas kalkir dan ada pula yang menggunakan kertas biasa,” ujar
Asep, Rabu (9/7).
Dalam pameran tunggalnya
yang bertemakan Lost in Transaction ini,
Asep berkolaborasi dengan seniman lain yaitu Mahardhika Yudha. Sebelumnya, pria lulusan
desain grafis IKJ (Institut Kesenian Jakarta) itu pun pernah juga
mengadakan pameran bersama dengan komunitasnya.
Setiap harinya, tingkat antusiasme
pengunjung pameran sangat tinggi. Menurut salah satu mahasiswa IKJ, Belang,
setiap harinya pengunjung pameran ini bertambah. Sebagian besar para pengunjung
berasal
dari mahasiswa IKJ sendiri. “Banyaknya pengunjung dari mahasiswa IKJ, karena
selain diharuskan untuk mengunjungi pameran,
juga sebagai salah satu sumber belajar,” ujarnya, Selasa (8/7).
IM