“Di jalan
berdebu, ia melangkah. Di jalan berbatu, ia melangkah. Dia berjalan jauh dan
terlihat lelah. Seorang prajurit yang tak bahagia lagi. Ia beristirahat di
pinggir kali dengan kelaparan dan kehausan. Dia selalu menggesek biolanya saat
kesepian dan sedih. Dia selalu sedih ketika lapar dan haus.”
Prolog tersebut
dibacakan Rudy Wowor yang berperan sebagai dalang dalam pementasan teater tari
kontemporer L’Histoire Du Soldat. Sembari
membacakan prolog, ia mulai memainkan wayang kulit yang memerankan tokoh Yusuf
dan sebuah botol hitam yang memerankan tokoh iblis.
Teater tari
kontemporer malam itu dikombinasikan dengan pertunjukan wayang berjudul L’Histoire Du Soldat. Pertunjukan ini dimulai dengan tiga orang penari yang berjalan seperti kelelahan. Selama pementasan, ada tiga orang penari yang
mengiringi dan menggambarkan cerita dari dalang.
Tiga orang
penari itu menggambarkan kesedihan dan kegelisahan prajurit dengan tarian. Ketika
prajurit bernama Yusuf sedang kelaparan serta kehausan. Penari menggerakan
tubuh dengan luwes dan memasang mimik muka yang sedih, diiringi ketukan musik
yang mulai sendu.
Rudy
melanjutkan ceritanya, tiba-tiba muncul iblis menawarkan uang dan tahta kepada Yusuf
dengan syarat memberikan biolanya. Dengan berat hati, Yusuf memberikan biola
yang selalu menemaninya saat sedih demi mendapatkan uang Rp 25juta dan menjadi
penguasa di daerahnya.
Setelah uang
dan tahta Yusuf dapatkan, dia masih merasa sendiri meski bisa berjalan-jalan ke
manapun yang ia mau dan dapat membeli apa saja yang ia inginkan. Tetapi, Yusuf
tak dapat merasakan kebahagiaan itu, lantaran biola yang selalu menemaninya setiap
saat kini telah tiada.
Di pengujung
cerita, dengan menggunakan tanduk berwarna merah dan ekor yang berwarna hitam memanjang, seluruh penari berubah
menjadi Iblis. Penari menggambarkan, Yusuf akhirnya berubah menjadi iblis
karena ia tak mampu menahan keinginannya untuk mendapatkan uang dan tahta. Sebelum
pementasan ditutup, tiga penari ini menari menggambarkan iblis yang tak pernah
mati dan mempunyai kegundahan sama seperti manusia.
Pementasan
teater tari yang berjudul L’ Histoire Du
Soldat (Kisah Seorang Prajurit) ini diangkat dari cerita rakyat Rusia yang
diciptakan oleh C.F Ramuz dan Igor Sravinsky pada tahun 1918. Dengan latar
belakang perang dunia kesatu dan keadaan ekonomi Yusuf yang bermasalah akibat
peperangan.
Koreografer dalam
pementasan ini, Gerard Mostard, mengatakan, nilai kemanusiaan dalam pementasan mengisahkan
manusia yang bisa melakukan apapun untuk mencapai keingingannya. “Untuk itu,
kita sebagai manusia harus hati-hati dengan hawa nafsu kita karena Iblis ada di
sekeliling kita,” tambah Gerard.
Berbeda dari
pementasan sebelumnya di Indonesia Dance Festival 2012, L’ Histoire Du Soldat memakai
bahasa Inggris. Malam itu, Gerard membawakan
versi Jawa dari L’ Histoire Du Soldat tapi
menggunakan bahasa Indonesia. “Untuk
kali ini, teks juga disesuaikan menjadi lebih pendek, sesuai dengan nada musik
yang akan dipentaskan,” ujar Goenawan Mohamad selaku penulis lirik dalam
pementasan yang diselenggarakan di Salihara.
“Pementasan
ini membawakan nilai kemanusiaan yang bermanfaat bagi seluruh manusia dari
segala golongan,” ujar, Dea Oktavianida, salah satu penonton yang merasa
terhibur setelah menyaksikan pementasan malam itu, Sabtu (12/7). Menurut Dea, ekspresi dari penari dan dalang
lebih hidup. Selain itu, kata mahasiswa Sekolah Tingi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Inter Studi Jakarta, cerita tersebut sangat bermanfaat
untuk semua manusia di muka bumi agar tetap menjaga hawa nafsu mereka.
IP