![]() |
Faisal
Hilmi. (Sumber: plus.google.com)
|
Usia
muda bukan jadi penghalang untuk memiliki penghasilan yang tinggi. Faisal Hilmi
telah membuktikannya. Mahasiswa Fakultas Ushuluddin ini menjadi founder
dan Chief Excekutive Officer (CEO) bisnis
Goedutravel di usia 22. Dari usaha travel tersebut, ia menghasilkan omzet
hingga ratusan juta rupiah.
Usaha
yang ditekuni oleh Faisal ini merupakan bisnis di bidang international tour dengan tujuan perjalanan ke luar negeri seperti Singapura,
Malaysia, dan Thailand. Sebelum pemberangkatan, Faisal membekali peserta tur
dengan pembelajaran bahasa Inggris, agar mereka dapat berkomunikasi dengan warga
asing.
Sebelum
mulai usaha Goedutravel, ia dan rekannya Ayatulloh Husaini bekerja sama dengan owner sebuah cafe di Ciputat. Namun, di masa permulaan bisnisnya itu, mereka
harus mengalami kegagalan. Pasalnya, cafe
tersebut gulung tikar sebelum masa kontrak habis.
Tidak
patah semangat setelah mengalami kegagalan pasca cafe itu bangkrut, Faisal bersama Ayat memulai usahanya secara mandiri.
Tepatnya di tahun 2012, mereka mulai membuka usaha Goedutravel bertempat di
Kertamukti. Kemudian pada 10 Oktober di tahun yang sama, mereka membuka usaha kursus
bahasa Inggris dan bahasa Arab.
Saat
itu, omzet yang didapat dari kedua bisnis mereka hanya sejumlah Rp3,3 juta
perbulan. Penghasilan itu membuat mereka memutar otak agar omzetnya meningkat.
Lalu, ia dan Ayat memberanikan diri untuk mencari investor agar usaha mereka
lebih berkembang. Untung pun diraih, karena ada investor yang ikut mendanai
Goedutravel hingga saat ini.
Kemudian
di akhir tahun 2013, Ayat diminta oleh seorang Syeikh menjadi pemandunya di
Mekkah. Oleh karena itu, Ayat tidak fokus mengelola bisnis Goedutravel. Untuk
menyelamatkan bisnisnya, Faisal memutuskan untuk membagi jobdesk dengan Ayat. Ia mengelola travel, sedangkan pembelajaran bahasa
dikelola oleh Ayat.
Meskipun
Ayat sudah jarang menemani Faisal, semangatnya yang kala itu masih menginjak
tahun kedua perkuliahan, tidak padam. Hingga akhirnya, karena memiliki kesibukan
lain, Ayat memutuskan keluar dari Goedutravel. “Awal 2014, Mas Ayat hengkang.
Tinggal saya sendiri yang menjalankan usaha ini,” kenang Faisal, Selasa (24/6).
Setelah
hengkangnya Ayat, pria yang memiliki hobi blogging
ini tidak menyerah. Ia mulai mengaktifkan kembali usahanya lewat
media sosial dengan rekannya yang baru. Karena saat itu bisnis kursus bahasa
asingnya sedang vakum, maka ia menggabungkan kedua usahanya. Alhasil, terdapat
pembekalan bahasa asing terlebih dahulu sebelum pemberangkatan ke luar negeri bagi
pengguna jasa travelnya.
Karena
usahanya itu, omzetnya meningkat hingga
ratusan juta rupiah. “Tapi penghasilan dari bisnis itu gak pasti. Kalau gede ya gede banget, kalau lagi kosong, bisa nol
rupiah,” ujar pria penerima beasiswa Bidikmisi ini.
Pria
yang mengidolakan Soekarno ini mengaku pernah merasa lelah dengan bisnisnya.
Namun, banyak hal yang menjadikan semangatnya kembali bangkit, salah satunya dengan
memikirkan orang tua dan keluarga. Hal ini berkaitan dengan kondisi finansial
keluarganya yang tidak baik.
Peluang dan Passion
Faisal
merupakan orang yang menyukai peluang. Ia senang mengenal orang-orang baru dan pemikiran
baru. Ini dibuktikan dengan dirinya yang tidak ragu untuk mengambil keputusan
dalam mencoba sesuatu. “Makanya saya
berani mengambil kesempatan dalam berbisnis. Lebih baik kita mencoba lalu gagal
dari pada gagal mencoba,” tukasnya.
Ia
juga menyatakan, seseorang harus memikirkan orang lain terlebih dahulu sebelum dirinya sendiri.
“Ketika kita berpikir bagaimana cara mendapatkan pekerjaan, maka kita hanya
akan dapat pekerjaan itu saja. Namun, ketika kita memikirkan orang lain, kita
dapat membuka lapangan pekerjaan untuk mereka,”
tuturnya.
Pria
yang pernah menjadi utusan UIN Jakarta dalam kongres pemuda di Filiphina ini memotivasi
pemuda Indonesia melalui tulisan-tulisan
dalam website pribadinya. Dalam websitenya tersebut, ia menamakan
tulisan itu sebagai gerakan Indonesia
Mendunia. Selain tulisan, ia juga banyak memposting video motivasi.
Dengan
website itu, pria penyuka travelling ini berharap, agar pemuda Indonesia
berpikir kalau bersaing di luar negeri itu mudah. “Saya juga ingin agar para
pengusaha melirik pemuda-pemuda di Indonesia yang memiliki kompetensi di segala
bidang, agar dapat bekerja dan pergi ke luar negeri,” ujarnya.
Di
samping menjadi seorang wirausahawan, pria yang pernah menjadi wartawan koran
daerah ini pun menyukai dunia tulis menulis. Ia pernah menjadi utusan UIN dalam
workshop kepenulisan di Cina. Selain
itu, esainya yang berjudul Budaya Ber-TKI
dan Martabat Bangsa meraih juara dua dalam lomba esai di Universitas
Udayana, Bali.
Selain
menulis, tambahnya, ia juga suka mengajar. “Mengajar itu passion saya, dan kalau suatu hari diminta untuk mengajar tanpa
dibayar, saya bersedia. Karena ketika kita mengerjakan sesuatu yang sudah
menjadi passion kita, maka kita akan
dapat sesuatu yang lebih dari pada apa yang kita duga,” ujar pria yang tengah
mengembangkan bisnisnya di daerah asalnya, Cirebon.
Nur Hamidah