Politik
telah menjadi bagian hidupnya. Berbagai karya yang ia ciptakan selalu berkaitan
dengan dunia politik. Namun, ia enggan menjadi seorang politisi. Keengganan
inilah yang membuat ia mantap memilih riset sebagai jalan untuk berpolitik.
Pria ini
adalah Burhanuddin Muhtadi, seorang pengamat politik kelahiran Rembang, Jawa
Tengah. Kecintaannya terhadap dunia politik sudah tertanam sejak kecil. Ayahnya
seorang aktivis Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Nahdlatul Ulama (NU)
yang sangat aktif dalam berbagai kegiatan politik. Sejak di taman kanak-kanak
ia sering diajak untuk mengikuti kampanye-kampanye PPP bersama sang ayah.
Selain
dibesarkan dengan suasana politik yang kental, ia juga selalu diberi berbagai
asupan wawasan dan ilmu pengetahuan melalui koran dan majalah langganan. Hal
ini membuatnya hobi membaca dan mulai belajar menganalisis situasi sekitar.
Dari hobi
membaca itu, ia kemudian mencoba untuk menulis. Burhanuddin mulai menulis sejak
ia mengenyam pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mualimin Mualimat Rembang.
Pada mulanya, ia hanya menulis buku harian hingga kemudian mencoba untuk
mengikuti berbagai lomba karya tulis ilmiah saat menginjak bangku sekolah
menengah.
“Melalui
buku harian saya mencoba menuliskan berbagai gagasan tentang politik Indonesia saat itu, misalnya
sikap pemerintah orde baru yang represif pada Islam,” ujar ayah dari tiga orang
anak ini, Minggu (12/4).
Pria yang
lulus dari Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MANPK), Surakarta ini
kemudian meneruskan studinya ke IAIN Jakarta. Menurutnya, IAIN Jakarta memiliki
lingkungan yang kondusif untuk mengasah intelektual. Ia sudah mengidolakan banyak intelektual asal kampus
ini seperti Din Syamsudin dan Quraisyhab sejak sekolah menengah.
“Sebenarnya
orang tua ingin saya melanjutkan sekolah di IAIN Yogyakarta namun, saya merasa
tidak akan berkembang jika ada di Yogyakarta maka saya berdiskusi agar bisa
diizinkan kuliah di Jakarta,” tutur alumni Jurusan Tafsir Hadits IAIN Jakarta
tersebut.
Setelah
masuk dunia kampus ia tidak berhenti menulis. Tulisan dosen Fakultas Ilmu
Sosial Politik (FISIP) UIN Jakarta itu pertama kali diterbitkan oleh Harian
Terbit pada tahun 1996. “Saat itu, saya menulis karena ingin mengurangi beban
orang tua dengan menghasilkan uang sendiri,” kata Direktur Public Affair di Lembaga Survei Indonesia (LSI) itu.
Lulusan
terbaik Fakultas Ushuluddin tahun 2002 ini termasuk mahasiswa yang aktif pada
kegiatan organisasi kampus. Ia sempat menjabat sebagai Presiden Mahasiswa IAIN
Jakarta pada 2000-2001 dan sangat aktif di Forum Diskusi Mahasiswa Ciputat
(Formaci). Meski kegiatan non-akademisnya sangat padat, Burhanuddin selalu
mendapatkan nilai yang baik di kelasnya.
Dalam
riset dibutuhkan analisis yang tinggi dan teliti. Burhanuddin yang lulusan
Magister Political Sciences Australian
National University (ANU) tersebut mengaku, kecakapannya menganalisis
berkembang karena ia sering berdiskusi dan membaca di Formaci. Ia juga
mengatakan, Formaci telah membantunya
untuk mengatasi kekecewaan atas kurikulum IAIN Jakarta yang saat itu menurutnya
terlalu normatif.
Saat ini,
Burhanuddin aktif sebagai pengamat politik yang sering dipanggil ke media.
Berbagai media cetak sampai elektronik berbondong-bondong meminta analisis
politiknya. Bahkan, saat pemilu legislatif 2014 kemarin, ia dikontrak secara
eksklusif oleh salah satu stasiun televisi swasta untuk memandu acara
perhitungan cepat hasil pemilu.
Burhanuddin
juga sedang menyelesaikan pendidikan Doktornya di ANU. Ia mengambil topik
disertasi mengenai perilaku pemilih dalam politik uang. Ia pun mengambil studi
kasusnya pada pemilu Indonesia 2014 kali ini.
Meski
sudah bertahun-tahun mengamati dunia politik, pria yang pernah menjadi
konsultan politik di Charta Politika ini mengungkapkan, tidak tertarik untuk
terjun langsung menjadi politisi. “Keinginan saya saat ini adalah menjadi
seorang peneliti. Saya senang dengan riset. Impian saya, ingin menulis di
jurnal-jurnal internasional,” jelas pengamat politik kelahiran 1977 itu.
(Erika Hidayanti)