Buku merupakan sumber ilmu dan
budaya. Menghormati buku adalah bagian dari menghormati ilmu. Cara untuk
menghormatinya, dengan menjaga buku sebaik mungkin. Memperlakukan buku dengan
baik dari cara membuka, membawa, dan tidak menjadikan buku sebagai payung ketika
hujan. Apalagi yang digunakan adalah buku pinjaman dari perpustakaan, ujar
Amrullah Hasbana, Kepala UPT Perpustakaan Umum (PU) UIN Jakarta, Kamis (17/4).
Lanjutnya, kebanyakan mahasiswa yang
datang ke PU malas untuk mencatat kutipan yang ada di isi buku, cara yang
paling mudah adalah dengan menyobek
halaman buku. “Ketika ada orang lain ingin menggunakan buku itu, bukunya malah
sudah rusak. Perusak buku pasti mendapat sumpah serapah dari pembaca
selanjutnya, karena buku PU adalah milik umat.” ujarnya.
Salah satu mahasiswa UIN Jakarta,
Ramadhani (bukan nama sebenarnya) menyebutkan dirinya pernah menyobek bagian
belakang buku yang kosong untuk mencatat. Hal itu dilakukan karena ia tidak
mempunyai kertas untuk mencatat kode buku saat sedang mencari buku di komputer
PU. Ramdhani juga sering mencoret buku PU yang dipinjamnya untuk
menggarisbawahi bahkan menstabilo
kutipan yang dirasa penting dalam buku tersebut.
Ia berkelit, buku yang ia coret
sudah banyak coretan sebelumnya oleh peminjam lain. “Yailah buku udah
dicoret-coret ini, terusin aja coretannya,” ujarnya (17/4). Namun, ia segan
jika mencoret buku yang masih baru atau belum ada coretan sebelumnya.
Abas Khaidir, Staf Pemeliharaan PU
mejelaskan, per harinya ada lima sampai sepuluh buku yang kondisinya sudah
rusak ketika dikembalikan mahasiswa. Sedangkan PU hanya mampu memperbaiki tiga
sampai empat buku yang rusak. Hal tersebut karena proses yang cukup panjang
untuk memperbaiki satu buku yang rusak, mulai dari pengecekan halaman,
pembuatan sampul buku sampai memberikan nomer seri.
Hasbana memperlihatkan buku berjudul
Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi
kepada reporter INSTITUT, kondisi
bukunya sudah tidak bisa dibaca lagi. “Pelaku
menyobek-nyobek seluruh halaman yang ada di buku itu. Mungkin ada mahasiswa
yang tidak suka dengan isi buku tersebut” tambahnya.
Selain perusakan, Hasbanah juga
mengatakan, banyak terjadi kasus pencurian buku di PU. Berbagai macam cara
mahasiswa lakukan untuk mencuri buku, contohnya mengambil isi buku dengan hanya
meninggalkan sampulnya, melempar buku keluar PU dari toilet, dan menghilangkan barcode sensor yang ada di sampul buku.
Izumi (bukan nama sebenarnya),
mahasiswa UIN Jakarta mengungkapkan, ia pernah mencuri buku di perpustakaan,
baik di PU, fakultas maupun jurusan. Ia mencuri buku PU dengan cara
menghilangkan barcode sensor yang ada
di sampul buku dan melempar buku keluar melewati jendela toilet PU.
Ia menjelaskan, lebih mudah untuk
mencuri buku di perpustakaan fakultas dari pada PU, karena penjagaannya tidak
ketat. “Kalau di perpustakaan fakultas modal percaya diri aja. Nah, lu bawa deh bukunya terus diselipin di softcase
laptop.” ungkapnya (17/4).
Dalam mencuri buku, Izumi memilih
buku yang sesuai dengan jurusannya. “Buku yang gua ambil sih buku yang buat bacaan aja, bukan untuk sumber referensi”
paparnya (17/4). Namun, ia pun melihat kuantitas buku yang ada di perpustakaan,
jika kuantitasnya sedikit dan terbatas, ia tidak akan mencuri. “Kalau ada
banyak ya, nggak apa-apa kali gua ambil,” ujarnya.
Faktor utama ia mencuri buku dari
perpustakaan bukan karena ia tidak mampu membeli buku, tapi sensasi
adrenalinnya ketika mencuri. “Ya kalau beli, tinggal beli, tapi kalau ngambil kan adrenalinnya beda. Habis
gua ambil ada buku yang gua balikin, dari tujuh buku yang gua ambil empat buku yang gua balikin lah,” ungkapnya. Ia mengakui, selama ini ia belum pernah tertangkap
saat mencuri buku.
Menanggapi hal tersebut Hasbana,
menjelaskan, orang yang melakukan perusakan atau vandalisme tentu akan
dikenakan sanksi. Bagi yang tertangkap mencuri buku akan dikenakan skorsing
secara akademik.
(Adi
Nugroho)