Acara tersebut didukung Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ushuluddin (Komfuf),
Pojok Inspirasi Ushuluddin (PIUSH), Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara
(STAH Dharma Nusantara), Himpunan Mahasiswa Banten (HMB), FOROS Banten, serta Mizan
Publishing yang diwakili oleh Noura Books.
Media menjelaskan pemahaman Pluralisme Agama mengenai dimensi esoteris
dan eksoteris agama-agama dengan mengutip pemikiran tiga tokoh Sufi terbesar; Ibnu
‘Arabi, Jalaluddin Rumi, dan Al-Jili. Konsep Tajalli Ibnu
Arabi, menurut Media, menjelaskan
manifestasi Tuhan secara teologis dengan adanya nama-nama dan sifat-sifat Tuhan
yang berbeda di setiap agama.
Sedangkan berdasarkan syariat,
lanjut
Media, Tuhan tidak hanya memperkenalkan ‘Diri-Nya’ dengan satu cara, tetapi
dalam berbagai macam bentuk ajaran agama yang berbeda-beda. Tuhan tidak
membutuhkan untuk disembah, (tetapi) hanya ‘ingin dikenal’.
Sehingga makna Firman Allah SWT., “Inna alladzina Amanu wa
alladzina Hadu wa Annashara wa Asshabiina man Amana bi Lllahi wal Yaumil Akhiri
wa ‘Amila Shalihan..... (Al-Ayah)“, dengan wawu‘athaf bermakna
“dan”, bukan “setelah”. Selain itu,
orang-orang beriman, nasrani, yahudi, dan orang-orang Shabiin yang Beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, dan mengerjakan Amal Shalih akan mendapatkan
ganjaran (pahala) yang sama dan berada di surga.
Sementara Guntur Romli menekankan pentingnya pemahaman pluralisme
secara utuh, terkait dengan kasus-kasus kekerasan atas nama agama yang semakin
merebak di masyarakat. Contohnya kasus ‘penistaan agama Ahmadiyah’ yang belum
lama terjadi di Cikeusik, kemudian kemunculan ‘Nabi Baru’ di Bandung. Kasus-kasus
tersebut selain dilandasi faktor-faktor internal agama, juga
lebih mengarah kepada kurangnya sikap dan pemahaman toleransi agama di
masyarakat.
Sehingga, tambah Guntur, sensitifitas
simbol-simbol agama di masyarakat terus meningkat. Banyak nilai-nilai yang dianggap bertentangan dalam suatu agama atau
aliran kepercayaan baru, kemudian meningkat menjadi keinginan untuk
menghegemoni nilai-nilai sosial keagamaan dalam lingkungan masyarakat.
Masalah-masalah tersebut harusnya diselesaikan dengan pemahaman yang utuh
tentang toleransi agama.
Pemahaman dari sudut pandang agama lain diwakili oleh I Nengah Dana
yang banyak menyajikan pengertian-pengertian dalam agama Hindu mengenai
pluralisme. “Dari seluruh ciptaan-Nya, yang diihat oleh Tuhan adalah
esensi-Nya, transendensi-Nya, bukan kitab suci-Nya, tetapi bagaimana
mengamalkan apa yang ada dalam kitab suci-Nya. Pluralisme
tidak asing dalam agama Hindu, karena pluralisme akan menghasilkan
multikulturalisme, sehingga kita bisa belajar untuk saling menghargai,” paparnya.
Akhirnya, tambah Nengah Dana, sesame umat manusia haruslah menghargai ajaran agama
masing-masing dengan terus menumbuh-kembangkan sikap toleransi terhadap umat beragama
lainnya. "Dengan mewujudkan konsep agama cinta, dengan cinta kita bisa saling
memahami satu sama lain, dan menganggap semuanya sebagai saudara,” tutupnya.
Dzulfikri
Shofiansyah
TH/VI