Seiring perkembangan
teknologi, bentuk buku menjadi dinamis. Menurut Widhyanto Muttaqien,
kedinamisan tersebut dapat dilihat dengan adanya e-book, selain itu, kini buku
pun dapat diunduh melalui telepon pintar, papar Widhyanto Muttaqien, Penggiat Literasi Akademi Sinau, dalam
seminar yang bertajuk Menciptakan Sentra Buku Daerah, Kamis (15/5).
Namun di tengah bentuk
buku yang kian dinamis, Widhyanto menjelaskan bahwa pusat buku tetap
dibutuhkan sebagai ruang budaya atau ruang dialog. Pusat buku dapat berperan
menjadi ruang yang terbentuk oleh aktivitas dan diskusi yang majemuk.
"Dengan ruang publik yang semakin masif, buku dapat menjadi solusi yang
menghidupkan kembali ruang publik dan memediasi permasalahan," ujarnya.
Menurut Casmat
Junaidi, Kepala Kantor Perpustakaan Daerah Kota Tangerang, salah satu cara
untuk menciptakan pusat buku daerah adalah dengan menghidupkan perpustakaan
daerah. Casmat mengatakan, pengaktifan perpustakaan daerah berfungsi untuk
menciptakan akses yang mudah agar masyarakat mencintai budaya baca dengan
menyediakan perpustakaan dari skala terkecil, yaitu dengan membuka perpustakaan
di tingkat kecamatan dan kelurahan.
Casmat juga menambahkan, perpustakaan daerah Kota Tangerang telah memiliki koleksi buku sebanyak 57.000.
"Pemerintah Kota Tangerang berusaha untuk meningkatkan minat baca pada
masyarakat," papar Casmat.
Senada dengan kedua
pembicara sebelumnya, Faiz Manshur mengatakan bahwa minat baca harus dibangun sejak dini untuk meningkatkan
kecerdasan intelektual. Namun menurut Faiz, membaca jangan hanya sekadar
membaca. "Kita (mahasiswa) harus pandai memilah bacaan agar tidak hanya sekadar tahu
saja," kata Faiz.
Sebagai mahasiswa,
lanjut Faiz, jangan pernah meninggalkan tradisi membaca. "Dengan membangun
budaya baca, kita dapat membangun sentra buku," ujarnya. Gita Nawangsari