![]() |
Joko Prayitno (kiri), Djoko Said Damardjati
(tengah), dan Kabelan Kunia (kanan) di Seminar Nasional “Bioteknologi
Pertanian” di Auditorium Harun Nasution, Sabtu (9/11).
|
Sebagai negara
agraris, Indonesia harus memperkuat sektor industri bioteknologi pertanian.
Karena dengan bioteknologi, sejumlah masalah yang menghambat produksi pertanian
di Indonesia dapat diatasi.
“Indonesia sebenarnya mampu
memproduksi berton-ton padi, jagung, serta kedelai setiap tahun kalau Indonesia
mengoptimalkan industri bioteknologi pertanian yang mampu mengatasi kurangnya
sumber daya lahan, perubahan iklim dan perdagangan bebas,” kata Djoko Said
Damardjati dari PUSLITBANG Tanaman Pangan Departemen Pertanian, dalam Seminar
Nasional “Bioteknologi Pertanian” di Auditorium Harun Nasution, Sabtu (9/11).
Djoko menambahkan, bioteknologi
pertanian atau industri bidang pertanian yang memanfaatkan teknologi juga dapat
memajukan perekonomian Indonesia. Dengan
prinsip bioindustri yang berorientasi ekonomi untuk pemberantasan kemiskinan,
industri bioteknologi dapat membuat produk pertanian Indonesia siap bersaing di
pasar bebas.
“Generasi muda harus terjun ke
sawah. Bukan dengan mencangkul, tapi dengan pemanfaatan teknologi. Rancang
bioteknologi berbasis ekonomi dengan alat-alat canggih ramah lingkungan serta
menanam apa yang bisa dijual,” kata Djoko.
Hal senada juga disampaikan Joko
Prayitno dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Puspitek Serpong yang
turut hadir sebagai pembicara dalam seminar ini. Menurutnya, dengan rekayasa
seperti seleksi buatan, persilangan buatan, mutasi, atau genetika molekul,
bioteknologi pertanian dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama,
ketahanan tanaman terhadap iklim, serta meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk.
Joko juga memaparkan, dengan
pengembangan bioteknologi pertanian, setidaknya sektor pertanian dapat
menghasilkan tiga hal. Menurutnya tiga hal tersebut adalah pengembangan kultura
baru, pupuk hayati, dan biopestisida untuk ketahanan tanaman terhadap hama.
Dalam pengembangan kultura baru, masalah
kuantitas, bentuk, ukuran, atau jenis buah suatu tanaman juga dapat disesuaikan
dengan kebutuhan penanam. “Sebagai contoh, jika dulu, buah stroberi lebih kecil
dan berbentuk bulat. Kini dengan inovasi di bidang bioteknologi pertanian, buah
stroberi yang beredar di pasaran lebih berbentuk dan berukuran lebih besar,”
papar Joko.
Selain dapat mengatasi permasalahan
pertanian di Indonesia, bioteknologi pertanian juga dapat mengikis angka
pengangguran di Indonesia. Seperti apa yang dipaparkan salah satu pembicara,
Kabelan Kunia, Peneliti Puslit Bioteknologi ITB.
Kabelan yang juga sebagai wiraswasta produk
bioteknologi pertanian atau yang biasa dikenal dengan istilah biopreneur
ini menuturkan,
kini bioteknologi telah membuka lahan pekerjaan baru. Menurutnya, produk hasil
inovasi di bidang bioteknologi dapat menjadi salah satu lahan subur baru yang
dapat dijajaki para wiraswasta. (Adea
Fitriana)