Judul Buku : Bayang-Bayang
Tuhan: Agama dan Imajinasi
Penulis : Yasraf
Amir Piliang
Penerbit : Penerbit
Mizan Publika
Tahun Terbit : 2011
ISBN :
978-602-96864-8-7
Tebal : 372
Ketika masuk dalam wacana agama dan realitas keberagaman, kita akan
disuguhkan berbagai macam panorama kehidupan yang penuh batasan. Agama dikonotasikan dengan segala bentuk
pelarangan, pengaturan, penghambatan, pelurusan, pendisiplinan, pengharaman,
bahkan pengkafiran. Seolah-olah agama itu bukanlah tempat ekspresi kebebasan,
kecairan imajinasi, dialog, keliaran fantasi, terobosan, inovasi, dan daya
kreativitas.
Tetapi, mampukah agama hidup tanpa kebebasan, imajinasi, fantasi,
inovasi, dan kreatifitas? Apakah Tuhan menciptakan manusia seperti sebuah mesin
yang diprogram secara mekanis untuk melaksanakan segala perintah-Nya secara
total? Apakah dalam perintah agama tidak memiliki ruang interpretasi dan
pemahaman dunia berdasarkan kapasitas akal, imajinasi, dan daya kreatifitas
manusia? Apakah mungkin manusia mendiami sebuah arsitektur keberagaman yang
dibangun dengan dinding pembatasan, tembok penghambat, tiang pelarangan, dan
atap pendisiplinan?
Buku Bayang-Bayang Tuhan: Agama dan Imajinasi
karya Yasraf Amir Piliang adalah sebuah upaya melukiskan wacana agama dan
realitas keberagaman dengan cara yang lebih cair, dinamis, imajinatif, dan
inovatif. Tidak seperti yang dibayangkan selama ini. Buku ini hendak
memperlihatkan bahwa Tuhan menciptakan manusia bukan seperti mesin yang
dipenuhi dengan rumus, aturan, kode pembatasan, standard, dan ukuran.
Melalui agama, Tuhan sesungguhnya memberi ruang
kepada manusia untuk mengembangkan kebebasan, imajinasi, fantasi, dan
inovasinya. Melalui hal-hal tersebut, manusia dapat memahami dan menghayati
dunia. Tetapi, kebebasan, imajinasi, fantasi, dan inovasi itu tentunya berada
dalam bingkai aturan, kode, atau konsensus moral, bukan dalam bingkai liar dan
tanpa batas.
Buku ini merupakan sebuah upaya mengubah sudut
pandang pemahaman wacana agama dan realitas keberagaman, sehingga diharapakan
dapat memberikan cakrawala baru. Penulis menggunakan sudut pandang cultural
studies dalam memahami wacana agama dan realitas keberagaman, yaitu membuka
ruang-ruang interpretasi terhadap
fenomena atau relitas keagamaan melalui pendekatan budaya.
Untuk menjadikan telaah agama dan realitas
keberagaman sebagai sebuah telaah yang hidup, dinamis, dan produktif diperlukan
keberanian untuk mengubah sudut pandang, menggeser teropong epistimologis, dan
mengganti dengan pisau analisis.
Pendekatan kebudayaan, khususnya cultural
studies, dalam menelaah fenomena agama dan dunia keberagaman –sebagaimana
yang ingin ditunjukkan penulis dalam buku tersebut—tidak dimaksudkan untuk
meniadakan, melawan, atau menegasi epistemologi dan paradigma telaah agama yang
telah ada, tetapi lebih sebagai upaya memperkaya bentuk, makna, dan
nilai-nilainya. Pendekatan itu diharapkan dapat membentangkan panorama yang
tidak terbayangkan sebelumnya tentang wacana agama dan realitas keberagaman.
Lantaran agama dan keberagaman kehidupan dalam
buku ini dikaji dengan pendekatan cultural studies –baik
versi strukturalisme maupun poststrukturalisme—maka akan banyak sekali
ditemukan istilah atau konsep yang tidak begitu lazim dalam telaah agama pada
umumnya, seperti budaya populer, gaya hidup, pertandaan, hedonisme,
dekonstruksi, genealogi, intertekstualitas, mesin hasrat, pembebasan hasrat,
plularisme, ekstasi, simulasi, dsb.
Konsep-konsep tersebut tampak
asing atau janggal ketika disandingkan dengan konsep-konsep seperti iman,
kesucian, kepercayaan, tauhid, kesalehan, spiritualitas, kezuhudan, pahala,
atau akhirat. Pertemuan yang kontradiktif, janggal, dan abnormal itulah yang
menjadikan penjelajahan pemikiran dalam buku ini menjadi tampak semakin sulit
dan penuh risiko.
Kehadiran buku ini dirasa sangat penting, mengingat upaya mendekati
agama –terutama fenomena keislaman—melalui cultural studies ini belum
begitu banyak dilakukan di Indonesia. (Selamet Widodo)