Foto
story merupakan foto yang dirangkai
untuk menceritakan situasi, memberikan informasi, mempunyai makna dan
argumentasi. Hal itu diungkapkan stringer
photo majalah Tempo Dwianto Wibowo dalam diskusi pada Pameran Foto Galeri
Angkatan X di Basement Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi (FIDIKOM), Rabu (7/3).
Pada
acara yang bertema Foto Story itu,
Dwianto mengatakan, belajar fotografi sama halnya dengan mengenal diri sendiri.
“Yang terpenting, foto itu harus bermanfaat bagi khalayak,” katanya.
Selain
itu, lanjut Dwianto, untuk belajar fotografi, fotografer harus melihat karya
fotografer lain. “Dari dulu foto seperti itu, meskipun teknik pengambilannya
berbeda, hasilnya akan tetap sama,” tuturnya.
Ia
menambahkan, hasil foto akan terlihat bagus dan sesuai dengan yang diinginkan
jika memotretnya dengan perasaan. Karena perasaan memengaruhi visual, dan visual
memengaruhi pembaca, ”Ketika kita memotret dengan perasaan, maka rasa itu akan
sampai kepada pembaca,” jelasnya.
Dwianto
menyarankan, belajar fotografi harus serius, intens, dan tidak mempelajari
luarnya saja. Estetika memang penting, tapi yang terpenting adalah apa yang mau
diceritakan melalui foto tersebut. “Single
maupun story sama saja, tapi esensi
cerita dan manfaat untuk masyarakat juga harus dipertimbangkan,” ujarnya.
Ia
berharap, mahasiswa menceritakan apa yang tidak diberitakan media. “Korupsi
selalu menjadi Headline di berbagai
media. Padahal, banyak permasalahan sosial yang juga harus didokumentasikan,”
kata pemenang Anugerah Pewarta Foto Indonesia 2011 itu.
Dwianto berpesan agar mahasiswa rajin membaca, melihat foto, dan browsing. Karena menurutnya, hal itu akan meningkatkan keinginan dan semangat, juga meningkatkan daya visual. "Apalagi untuk mahasiswa UIN Jakarta, buatlah foto-foto Islami yang baik," tambahnya.
Sementara itu, ketua panitia pameran Hanggi Tyo mengatakan, dipilihnya foto story sebagai tema diskusi karena mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik tak semuanya memahami foto story. "Teman-teman mahasiswa Jurnalistik nggak pede memamerkan foto story mereka," ucapnya.
Tujuan
diadakannya diskusi ini, kata Tyo, agar
mahasiswa bisa tahu dan paham cara membuat foto story, terlebih bagi mahasiswa
jurnalistik. Ia juga berharap, mahasiswa Jurnalistik tidak berhenti memotret
dan terus menggali dunia fotografi. “Semoga kedepannya kami bisa mengadakan
pameran foto story,” kata Tyo.
Salah
satu pameris Aulia Rahmi mengatakan, acara seperti ini sangat bagus untuk
menambah pengetahuan mahasiswa. Meski agak monoton, lanjut Rahmi, acara ini
sangat bermanfaat. “Semoga bisa motret dengan cara yang benar dan menghasilkan
karya terbaik,” ujarnya.
Senada
dengan Rahmi, salah satu peserta Muhamad Saleh menuturkan, acara ini sangat
membantu mahasiswa yang tidak paham foto story. “Karena selama ini banyak
perbedaan pendapat antara foto story dan esai,” kata fotografer Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) Orientasi.
Ia
menyarankan, mahasiswa jurnalistik mengadakan acara yang lebih formal seperti
seminar dengan literature tertulis. “Jangan hanya diskusi,” imbuhnya. (Sayid Muarief )