![]() |
Sejumlah mahasiswa saat mengikuti pelatihan diplomasi yang diselenggarakan ISC di Kopertais DKI Jakarta. (Dok. Pribadi) |
Masyarakat dunia yang saling
terkoneksi di era globalisasi membuat isu internasional menjadi penting untuk
diketahui. Namun, pada kenyataannya memantik keingintahuan mahasiswa tentang
hal yang berbau isu internasional di UIN
bukan hal mudah. Apalagi sebelum tahun 2011, belum ada kelompok studi yang mewadahi mahasiswa UIN Jakarta berdiskusi
tentang isu.
Berangkat dari pemikiran itulah,
Andri Zainal, mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta tergerak
untuk membentuk International Studies Club (ISC) pada Agustus 2011
silam. Bermula dari kepekaan serta
kepedulian si pendiri, ISC dibentuk sebagai kelompok studi yang concern pada isu-isu internasional
seperti HAM, korupsi, AIDS, ekonomi, politik dan budaya internasional.
Bagi Andri, ISC hadir membawa stigma
berbeda. Menampik anggapan mahasiswa bahwa masalah internasional hanyalah
monopoli mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, menurut Andri, isu tersebut perlu
diketahui semua orang. Untuk itu, ISC terbuka untuk mahasiswa UIN dari semua
fakultas dan konsentrasi jurusan yang berbeda.
“Isu internasional merupakan masalah
yang harus dan dapat dipahami oleh semua profesi. Tidak harus Jurusan HI, misalnya
di jurusan pendidikan. Dengan tahu isu pendidikan internasional, mahasiswa
Fakultas Tarbiyah dapat mengetahui masalah pendidikan di negara lain serta cara
negara itu menyelesaikan masalahnya. Otomatis, dengan adanya pengetahuan
tentang masalah internasional, transfer ilmu pun akan terjadi,” ujar Andri,
Rabu (27/2).
Sebagai
kelompok diskusi dan juga organisasi independen, ISC memiliki beberapa macam cara pembahasan isu internasional yang kesemuanya
wajib menggunakan bahasa Inggris. Cara pertama, isu tersebut dapat dibahas
dengan diskusi yang dipandu oleh satu koordinator yang juga akan
mempresentasikan tema pembahasan. Cara lain, pembahasan isu juga dapat
dilakukan dengan mempraktekan langsung sidang simulasi PBB. Dengan begitu,
setiap anggota dapat berlaga seperti delegasi PBB.
Selain diskusi, ISC juga memiliki
sejumlah agenda lain. Seperti, agenda pelatihan mendelegasikan negara di sidang
simulasi PBB, seminar memperkenalkan tata cara simulasi sidang PBB atau yang
biasa disebut Model United Nations (MUN) Workshop, kursus singkat
berdiplomasi atau International Studies Club Diplomatic Course (ISCDC)
dan juga agenda perayaan hari-hari international, seperti hari HAM atau korupsi
sedunia.
Soal pencapaian anggota, Andri
mengatakan, hampir satu setengah tahun ISC berdiri, beberapa anggota menunjukan peningkatan. Menurutnya,
saat ini banyak anggota yang ikut dalam ajang berskala internasional. Hingga
saat ini, ada sekitar 15 mahasiswa dari 40 anggota keseluruhan yang tembus di
dalam acara seminar, pelatihan ataupun konferensi di beberapa negara seperti
Jepang, Norwegia, Amerika Serikat, India, Australia, Malaysia, dan Thailand.
Azka Muhammad, mahasiswa Jurusan
Manejemen Internasional yang juga menjadi anggota ISC menuturkan, kelompok
studi isu internasional ini membuat wawasan globalnya semakin luas. Tidak hanya
itu, sejak bergabung di ISC kemampuan bernegosiasi dan organisasinya pun
semakin terasah.
Azka menjelaskan, karena anggota ISC
berasal dari berbagai fakultas, dirinya pun bisa bertukar pengetahuan dengan
sesama anggota. “Jadi di sana kita bisa sharing
dengan teman-teman fakultas lain. Bahkan, kadang kita juga bisa mencari relasi
suatu topik dari berbagai sudut pandang, seperti sudut pandang HAM, politik,
sejarah dan sebagainya,” tandasnya, Kamis (28/2). (Adea Fitriana)