Foto-foto berbingkai
kayu yang dikelilingi
miniatur obor menyambut
mata pengunjung ketika
menjejakkan kaki di
pameran foto Ekspedisi
Cincin Api. Dinding dari
bambu, hiasan berupa alang-alang, semak belukar, dan
daun menambah kental suasana
alam di lobi gedung Kompas
Gramedia ini, Sabtu (15/12).
Di tengah
ruang pameran, foto karya
Wisnu Widiantoro menyimpan
sebuah cerita tentang
warga Flores. Di foto itu,
tergambar Yohanes, seorang anak bertubuh kerdil dan berkulit
hitam yang menunggang kuda sambil menggembalakan ternaknya. Lewat
cerita turun-temurun, warga Flores meyakini keberadaan manusia kerdil di
pulaunya.
Foto
karya Heru Sri
Kumoro pun menyampaikan kisah
lain. Hasil potret yang
diambil pada 28 Juni
2012 lalu melukiskan perjalanan
tim ekspedisi ketika
mendaki Gunung Api
Banda, Maluku Tengah. Dari foto
itu, tersingkap kisah lama
di tahun 1988. Saat
itu, gunung berketinggian
641 meter di atas permukaan laut
(mdpl) tersebut meletus dan menimbulkan kerusakan
yang cukup parah
sehingga warga Banda
mengungsi ke Ambon.
Tak
hanya gunung yang
berhasil terjamah oleh
Tim Ekspedisi Cincin
Api. Danau yang biru
nan indah pun
ikut dijelajahi pada Oktober
2011. Salah satu foto
karya Iwan Setiyawan
menjadi saksi perjalanan
tim ekspedisi ketika
menaiki perahu karet
di Danau Sagara
Anak, Lombok, Nusa Tenggara Timur. Foto
itu diambil ketika
mereka hendak menyeberang
menuju Gunung Barujari, gunung aktif
yang muncul di tengah
kaldera Rinjani.
Di
ujung kanan ruangan, terlihat foto burung cekakak
hutan tunggir hijau. Foto
yang tersampir manis
di atas dinding
bambu melukiskan makhluk
kecil berwarna hijau
kebiruan sedang bertengger
di atas dahan
pohon sambil memamerkan
kepakan sayap birunya. Kutilang Indonesia, sapaan akrab
burung tersebut, berhasil
diabadikan pada akhir
Juli 2012 di
Taman Nasional Bogani
Nani Wartabone Sulawesi
Utara.
Selain burung, foto
wajah kera hitam
Sulawesi berhasil dipotret Iwan
Setiyawan. Tim ekspedisi berjumpa
dengan kera hitam
di Taman Nasional
Bantimurung Burusaraung, Maros,
Sulawesi. Kera yang hendak
mencari makan ini
memiliki ciri khas
tidak memiliki ekor
dan hidup berkelompok
sejumlah 30 ekor.
Tidak hanya
potret hewan dan
pemandangan yang disajikan
dalam ruang pameran. Potret karya
Totok Wijayanto mempersembahkan cerita penambang
belerang di Kawah
Ijen. Foto yang dipotret
pada 7 November
2011 ini menyingkap betapa
luar biasanya kekuatan
para penambang belerang. Batuan belerang seberat 70 kilogram yang telah
mereka kumpulkan dipikul sejauh
tiga kilometer dari
Kawah Ijen menuju
Pos Paltuding di
kawasan Banyuwangi.
Sementara karya
Totok Wijayanto menceritakan
tentang pekerja keras, karya
Priyambodo memiliki cerita
lain. Foto Priyambodo berkisah
tentang seorang pria
yang duduk terdiam
di sebuah saung dengan mengenakan
ikat kepala merah. Si
objek foto merupakan
warga suku Noa
Ulu di Dusun
Rohua, Negeri Sapa, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku
Tengah. Dalam adat suku
Noa Ulu, memakai ikat
kepala merah merupakan
penanda bahwa pria
tersebut telah mencapai
masa dewasa.
Hari
telah beranjak siang
ketika Ketua Tim
Ekspedisi Cincin Api
mengunjungi pameran yang
diadakan olehnya dan
rekan-rekan yang telah
mengarungi dua puluh lima
gunung di empat
pulau terbesar Indonesia. Pria bernama
lengkap Ahmad Arif
ini menceritakan beberapa
hal menarik yang
ia temui selama
perjalanan. Salah satunya di
Kecamatan Karangasem, Bali.
“Tim ekspedisi melihat
relasi antara manusia
dengan alam ketika
masyarakat Bali melakukan
upacara adat dengan
khusyuk di Gunung
Agung,” ujarnya sambil
tersenyum, Sabtu (15/12).
Ekspedisi yang
diikuti oleh jurnalis, fotografer, ahli botani, ahli
geolog, dan ahli vulkanik
juga melewati zona
bahaya di kepulauan
rempang gunung Gamala, gunung Kie
Besi, dan Pulau Makian
di Ternate. Melacak jejak
gempa di pulau
Seram dan Ambon
pun telah mereka
lalui. “Setelah melacak jejak
gempa, tanpa terasa ekspedisi
berakhir di Sulawesi,” papar ketua
tim ekspedisi dengan
seulas senyum puas
di wajahnya.
Ahmad mengatakan, ekspedisi Cincin
Api bertujuan untuk
menguak kisah tentang
negeri zamrud khatulistiwa
ini, khususnya gunung api. Indonesia telah
diberkahi alam yang
subur dengan jalur
gempa dan ‘cincin
api’ yang melingkari
negeri ini. “Kita jangan
hanya mengeluh terhadap
negeri yang sering
ditimpa bencana, tapi mampu
membangun inovasi untuk
bersiasat hidup di
tanah bencana ini,” tegasnya.
Salah satu
pengunjung pameran Ekspedisi
Cincin Api, Hanna Sayyida
mengatakan, hasil karya dokumentasi
fotografer Kompas yang telah berpengalaman
di bidangnya patut
diacungi dua jempol. “Foto-foto yang
dipamerkan benar-benar menunjukkan
keindahan alam Indonesia. Setelah melihat
foto-foto yang dipamerkan, rasanya saya
ingin mengunjungi semua
tempat ekspedisi mereka,” tutur gadis
yang tergabung dalam
komunitas pecinta fotografi
ini, Sabtu (15/12). (Gita Juniarti)