Apa yang ku mau jangan disalah tafsir dengan diam tanpa aksi
Hidup adalah hidup tak mau ku tukar dengan kematian
Merah, hitam, biru, kuning adalah bagian makna kecil
kehidupan yang mampu menciptakan
sesungging senyum dan seonggok asa sebagai bekal menapaki
titik balik kehidupan
Sepenggal puisi di atas sengaja dipersembahkan untuk Reza
Anggara Saputra mahasiswa Universitas Nasional (Unas) angkatan 2008. Puisi yang
diberikan bermaksud untuk mengenang kepergian Reza. Sosok Reza dikenal sebagai
mahasiswa yang akif. Ia bergabung di salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Wretta Aksa fotografi.
Kepergian Reza memberikan banyak kenangan yang tak bisa
dilupakan para kerabat, sahabat-sahabat, terutama keluarga dan sanak saudara.
Tepat pada tanggal 14 Agustus lalu ia pergi menghadap Tuhan karena penyakit
tumor yang dideritanya. Sebelum detik-detik kematian, ada satu harapan terbesar
yang ingin sekali dicapainya yaitu bisa mengadakan pameran tunggal fotografi.
Selasa (19/12) Wretta Aksa fotografi mengadakan acara
peluncuran buku dan pameran foto persembahan khusus untuk Reza. Terdapat 59
frame, seluruhnya merupakan karya terbaik Reza yang dipajang pada pameran
tersebut.
Ode untuk Reza artinya pujian atau karya yang selama ini
dihasilkan dari kepiawaian Reza mengintai objek dan menghasilkan foto yang
sarat makna.
Acara yang berlangsung dibuka dengan pembacaan puisi oleh
Teater Ghanta, dilanjutkan dengan pemutaran film “Mengenang Reza”. Film
tersebut menceritakan perjalanan panjang Reza selama aktif di organisasi Wretta
Aksa.
Selang beberapa menit, terdengar alunan biola, tanpa
pancaran cahaya lampu, ruangan hanya disinari oleh lilin-lilin yang menyala di
sekeliling ruangan sehingga membuat suasana terasa semakin hikmat. Setelah itu
acara pembukaan pameran baru bisa dibuka.
Ketua pelaksana Wahyu Budi Setiawan mengatakan, semasa
hidupnya Reza banyak menghasilkan karya-karya fotografi yang memukau. “Banyak
pesan yang bisa diambil dari foto-foto tersebut,” ungkapnya pendek.
Kendati demikian, Wahyu menambahkan acara tersebut diadakan
dalam rangka mengenang dan mewujudkan mimpi dan keinginan Reza. “Tawa yang
gurih, senyum yang ikhlas tak akan ada lagi. Tapi saya percaya, walaupun
jasadnya mati, tapi karyanya nggak akan pernah mati,” katanya dengan penuh
keyakinan.
“Terharu, sedih, bangga, enggak menyangka sampai sebegitu
solidnya kawan-kawan Reza mengadakan acara seperti ini,” ungkap Hernilia,
ibunda Reza. Menurut wanita paruh baya itu, acara ini merupakan penghargaan
terbesar untuk Reza. Hernilia merasa sangat bangga atas penghargaan tersebut.
Di saat yang bersamaan, ayah Reza bernama Sugimantoro, tidak
bisa berkata apa-apa lantaran bangga akan karya anaknya itu. Selain pameran
fotografi, para rekan Reza juga mempersembahkan peluncuran buku untuk Reza yang
berisi seluruh karya Reza. Keuntungan hasil penjualan buku akan disumbangkan
untuk Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia. Acara bertajuk Ode untuk Reza yang
diadakan di Universitas Nasional, dibuka untuk umum pada tanggal 19-23 Desember
2012. (Nurmalisa)