“Hitam kulit keriting rambut aku Papua
Hitam kulit keriting rambut aku
Papua
Biar nanti langit terbelah aku Papua
(Hitam putih keriting lurus aku
Indonesia)
(Hitam putih sipit belo aku
Indonesia)
(Biar nanti langit terbelah aku
Indonesia)”
Itulah sepenggal kidung yang diubah dari lirik aslinya
oleh penyanyi berkulit hitam, Edo Kondologit. Lirik tersebut menggambarkan
perbedaan fisik masyarakat Indonesia yang beragam pada setiap daerahnya, namun
tetap dapat bersatu.
Perbedaan ras, warna kulit, budaya,
dan agama tidak menjadikan Indonesia terpecah belah. Perbedaan tersebut menjadi
keberagaman yang berarti bagi keistimewaan tanah air Indonesia.
Untuk itu, acara yang diadakan
oleh yayasan Denny JA bekerjasama dengan Civil Society ini dalam rangka
menyampaikan gerakan anti-diskriminsi dengan menampilkan keberagaman budaya
Indonesia dari berbagai suku.
Selain menyanyikan kidung yang
berjudul Aku Papua, Edo Kondologit juga menyanyikan sebuah lagu yang berjudul
Di Bawah Tiang Bendera dan Pancasila. Semangat yang berapi-api dari Edo
merambat ke penonton. Walau terik matahari pagi menusuk kulit, mereka tetap
bergandeng tangan menyambut keberagaman.
Tidak hanya itu, selain penampilan
Edo Kondologit acara tersebut juga menampilkan tarian daerah, alat musik
daerah, serta flash mob peringatan hari sumpah pemuda.
Novriantoni Kahar, Direktur Yayasan
Denny JA menjelaskan, peringatan Sumpah Pemuda dimaknai juga sebagai Hari
Indonesia Tanpa Diskriminasi. Peringatan Sumpah Pemuda disamakan sebagai hari
di mana putra-putri Indonesia yang berbeda menjadi satu kesatuan sebagai bangsa
Indonesia.
Novriantoni menambahkan, Indonesia
Tanpa Diskriminasi muncul ketika melihat berbagai kasus antara putra-putri
Indonesia yang banyak melakukan tindakan kekerasan, diskriminasi terhadap kaum
minoritas, dan intoleransi (terhadap agama).
Ia menambahkan, gerakan Satu
Indonesia, Indonesia Tanpa Diskriminasi dilakukan secara maraton untuk
mendapatkan hasil yang baik demi meminimalisir terjadinya kekerasan di
Indonesia. Indonesia Tanpa Diskriminasi akan diperingati setiap tahunnya dan
menjadi hari nasional.
Hal ini dikarenakan Hari Indonesia
Tanpa Diskriminasi menjadi acuan bagi bangsa untuk melihat seberapa jauh
perkembangan Indonesia Tanpa Diskriminasi disematkan pada diri masyarakat
Indonesia. “Tidak ada tawuran pelajar dan kekerasan lainnya,” ujarnya. Minggu
(28/10).
Acara tersebut diadakan agar anak
Indonesia dapat mengenal keberagaman kebudayaan Indonesia dan tidak merasa malu
untuk mempersembahkannya di depan khalayak. “Kebudayaan Indonesia akan
berkembang di kancah nasional maupun internasional,”
Maya Tamara, pengisi acara Satu
Indonesia, Indonesia Tanpa Diskriminasi mengaku senang dengan diadakannya acara
tersebut karena dapat mengenalkan Tari Saman asal Aceh. Ia juga dapat
berpartisipasi untuk menyatukan Indonesia dalam keberagaman. (Nurmalisa)