Konferensi World Tobacco Asia (WTA) yang
kedua di Indonesia (19/9) mendapatkan penolakan keras dari berbagai lapisan
masyarakat, terutama mahasiswa. Melalui aksi demonstrasi yang diadakan di JCC,
Senayan, demonstran menuntut agar WTA dibubarkan dan tidak lagi diadakan di
Indonesia.
Massa yang tergabung dalam demonstrasi berasal dari UIN Jakarta,
Universitas Indonesia (UI), Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), dan UHAMKA.
Selain perguruan tinggi, LSM seperti Masyarakat Anti World Tobacco Asia (MATA),
Forum Warga Kota (FAKTA), Pusat Sumber Daya Hukum dan Pengendalian Tembakau
Indonesia juga turut serta dalam aksi tersebut.
“Terselenggaranya WTA di Indonesia
merupakan pelecehan bagi bangsa, karena dalam website WTA (lihat:
www.worldtobacco.co.uk/asia/) menyebutkan, Indonesia merupakan pasar yang
potensial,” kata Tubagus Haryo, kordinator dari MATA saat ditemui di JCC.
Senada dengan Tubagus, koordinator aksi UIN
Jakarta Muhammad Fahat berkomentar, pasaran industri rokok dalam WTA adalah
remaja dan anak-anak. “Remaja dan anak-anak berpotensial karena masih mudah
terpengaruh untuk merokok. Sekaligus menguntungkan jika remaja itu merokok
hingga usia lanjut. Rokok rasa buah yang dipromosikan WTA merupakan bentuk
‘ajakan’ merokok untuk anak,” jelas Fahat. (20/9).
Hadirnya WTA di Indonesia menurut Indri
Andriani, Kondinator dari UMJ. Karena Indoensia belum memiliki regulasi
yang mengatur mengenai pengendalian tembakau. “Negara tidak mempunyai
undang-undang yang melindungi masyarakatnya dari asap rokok,”ujarnya.
Sebenarnya, pada 2010 demo ini pernah
digelar, namun tuntutan untuk meniadakan WTA tidak digubris. “Kami (demonstran)
berhasil membuat perjanjian dengan pihak penyelenggara agar WTA tidak
diadakan lagi di Indonesia. Namun tahun ini WTA diadakan lagi,” ungkapnya.
Kali ini, demonstran melakukan 2 aksi,
pertama kami berdemonstrasi di depan gerbang JCC. Aksi kedua kami masuk kedalam
ruangan diadakannya WTA untuk menekan pihak penyelenggara agar segera
membubarkan WTA.”
Ia menambahkan. poin besar dari aksi demonstrasi
ini adalah mendesak pemerintah untuk menandatagani RUU anti tembakau. Dalam
aksi selanjutnya sekitar bulan November atau Oktober, kita menginginkan
regulasi perundangan pengendalian tembakau yang belum disetujui untuk segera
disahkan.” Tegasnya.
Ikut-ikutan
Berbeda dengan mahasiswa yang menuntut agar
WTA dibubarkan, para ibu-ibu dari FAKTA justru tidak mengetahui apa yang mereka
aspirasikan dalam demonstrasi. Salah satu contohnya, Suprapti yang berasal dari
kelurahan Kebon Pala, Jakarta Timur mengatakan, “Saya nggak ngerti, hanya ada
SMS dari orang FAKTA untuk ikut, jadi saya mengikuti saja.” cetusnya. (19/9).
Sama halnya dengan Suprapti, Tati Nuriah yang juga berasal dari
kelurahan Kebon Pala mengatakan, “Saya mengikuti demonstrasi ini hanya ikut-ikut
saja. Jadi, saya ketinggalan mulu untuk mengikuti pergerakan massa.” jelasnya. (Adi
Nugroho)