Judul
: Porno! Feminisme, Seksualitas dan Pornografi
di Media
Pengarang : AhmadJunaidi
Penerbit : PT.Grasindo
ISBN : 978-979-081-792-0
Halaman : 135 halaman
Pengarang : AhmadJunaidi
Penerbit : PT.Grasindo
ISBN : 978-979-081-792-0
Halaman : 135 halaman
Perdebatan
seputar kebebasan ekspresi dan pornogarfi dalam masyarakat, termasuk pers,
sejauh ini belum menemukan benang merah. Diskursus tersebut tampak adanya
keberagaman tentang apa yang dimaksud dengan kebebasan ekspresi dan batasan
dari pornografi.
Sebagian
masyarakat melihat pornografi dan erotisme dapat membawa dampak negatif,
merusak tatanan moral. UU anti Pornografi pun dibentuk. Sementara sebagian
lain, termasuk sebagian pers berharap UU pornografi tidak menjadi alat
pengekang kebebasan dan menghukum pers dan tentu saja kepentingan ekonomi pers
merugi.
Ahmad
Junaidi, dalam Porno! Feminisme, Seksualitas dan Pornografi di Media membahas
sejauh mana media cetak memahami kebebasan ekspresi dan pornografi serta batasan-batasanya.
Tetapi, berusaha tidak menempatkan perempuan sebagai objek yang dirugikan.
Selama ini, Junaidi memandang media hanya memanfaatkan perempuan sebagai objek
untuk menatangkan keuntungan.
Dalam
buku terbitan Grasindo ini terdapat beberapa pandangan berbeda terkait
feminisme, seksualitas, dan pornografi di media. Misalnya saja aliran Feminisme
Radikal Kultural, aliran ini berpikir sebaiknya media tidak memanfaatkan
perempuan sebagai komoditi industri. Aliran ini hampir sama dengan pandangan
agamawan dan teolog feminis.
Aliran
Feminisme Radikal Kultural menolak jika perempuan dijadikan objek dan
properti untuk memenuhi hasrat pembacanya yang didominasi kaum Adam. Dengan
demikian, perempuan akan semakin tertindas dan lemah. Sementara kaum patriarki,
di mana laki-laki lebih dominan terus berkuasa dan semena-mena. Akhirnya,
terciptalah ketidakadilan gender.
Berbeda
dengan aliran Feminisme Radikal Libetraian, pornografi dan seksualitas wanita
dalam media merupakan salah satu dari kebebasan berekspresi yang selama ini
terkekang oleh kekuasaan patriarki. Bahkan, dalam buku setebal 135 halaman ini
dikatakan pornografi dan erotisme bagian dari seni dan perempuan berhak
melakukan apapun atas dirinya sendiri.
Dari
penelitian yang dilakukan penulis, banyak media yang beranggapan bahwa
pornografi dan seksualitas perempuan harus didukung dengan dalih kebebasan
berekspresi. Bagi Junaidi, yang merendahkan perempuan adalah budaya patriarki
dan jurnalis-jurnalis yang tidak memiliki sensitive gender. Bukan media.
Dengan
berprespektif feminis, ia kemas diskursus kontroversial ini menjadi sebuah
bacaan yang menarik. Ia juga memberikan kesempatan kepada perempuan untuk
bersuara. Buku Porno!, penting bagi semua kalangan, baik laki-laki, perempuan,
politisi, agamawan, atau media dalam meminimalisir adanya ketidakadilan gender.
Selain
itu, buku ini pun bisa menjadi bahan rujukan bagi mahasiswa yang mengambil
konsentrasi dalamstudi kajian gender. Junaidi mampu menulis buku ini dengan
bahasa yang lugas dan mengalir, sehingga pembaca mudah memahami.
Namun,
ibarat pepatah “bagaikan gading yang tak retak”, buku ini masih terdapat
kekurangan. Misalnya saja, masih kurang teliti dalam penulisan, sehingga masih
banyak kesalahan kata dalam buku tersebut. Selain itu, masih terdapat kata-kata
asing yang kurang dimengerti, tentu akan menyulitkan pembaca dalam memahaminya.
(Nur Azizah)