Bergerak di bidang sosial yang fokus utamanya pada
pendidikan anak, komunitas jendela menjadi wadah bagi sebagian anak untuk
membuka wawasan demi melihat pengetahuan dunia yang tersirat dalam bacaan.
Bermula dari rasa
solidaritas pada anak-anak di Yogyakarta, terutama pasca meletusnya Gunung Merapi,
sekumpulan pemuda membentuk komunitas ini sebagai bentuk dari rasa peduli
mereka terhadap masa depan anak-anak korban Merapi.
“Maret
2011 menjadi awal berdirinya komunitas ini, dan saat itu kami (Komunitas
Jendela) juga mulai membangun perpustakaan dan mengumpulkan bahan
bacaan,” ujar Agus Setiawan koordinator Komunitas Jendela (25/9).
Agus Setiawan yang akrab di
sapa Wawan juga menambahkan, komunitas ini mengumpulkan para donatur buku dari
berbagai daerah, tidak hanya di Yogyakarta bahkan hampir di seluruh Indonesia.
komunitas ini memiliki Tagline “We are not just building a library, we are
building a future”. Dari tagline tersebut komunitas ini menginginkan
perkembangan mutu pendidikan pada anak Indonesia lewat buku.
Wawan menjelaskan Komunitas Jendela tidak
hanya bergiat membangun perpustakaan, namun lebih kepada menyalurkan buku-buku
untuk digunakan anak-anak Indonesia yang kurang mampu membeli sebuah buku.
Menurutnya, dengan membangun banyak
perpustakaan belum tentu efektif apalagi jika buku-bukunya tidak digunakan
secara baik. “Buku-buku yang dikumpulkan dari donatur akan didistribusikan
untuk menambah bahan bacaan anak-anak,” tambahnya (25/9).
“Hingga saat ini Komunitas Jendela telah
membagikan buku tidak hanya di Yogyakarta, tapi juga membagikannya keluar pulau
Jawa, seperti Maluku dan kota-kota di Kalimantan,” ujar Wawan.
Wawan menambahkan, Komunitas Jendela juga mengadakan workshop di
akhir minggu setiap bulannya. 16 September lalu, Jendelist (panggilan
untuk relawan Komunitas Jendela) mengadakan agenda rutinnya di perpustakaan
yang mereka bentuk, yang bertemakan ‘Kebudayaan Papua’. “Jendelist ingin
mengenalkan berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia,” tambahnya.
Dalam workshop tersebut
Komunitas Jendela ingin memperkenalkan keragaman kebudayaan Papua yang
mempesona nan eksotis pada anak Indonesia, tambah wawan. Tidak hanya
mengenalkan kebudayaan Papua, Jendelist dari luar kota juga mengenalkan
kota asal mereka dengan anak-anak shelter Merapi. Tidak hanya memberi tahu
tentang makanan khas dan letak geografis, Jendelist juga mengajarkan bahasa
daerahnya.
Saat ini Komunitas Jendela kini telah berkembang ke kota Jakarta
dan Jember. “Hal ini dilakukan demi meningkatkan keinginan membaca seluruh anak
Indonesia, tidak hanya yang tinggal di sekitar Merapi,” tuturnya.
Ia juga menambahkan, saat ini Jendelist Jakarta sedang
mengumpulkan relawan untuk mengembangkan komunitas ini. “Sekitar satu
bulan ini, Komunitas Jendela di Jakarta terbentuk,” ujar Wawan.
Salah satu Jendelist Jakarta, Prihatiningsih,
menjelaskan Sabtu ini relawan Jendelist akan berkumpul di Monas, Jakarta Pusat
untuk temu perdana relawan Komunitas Jendela Jakarta dan untuk membahas agenda
Jendelist selanjutnya.
Ia berharap, komunitas ini dapat memajukan sistem pendidikan
melalui buku. “Buku yang kami (Komunitas Jendela) kumpulkan beraneka ragam
jenis bacaan sehingga memancing minat membaca bagi anak-anak. (Gita Nawangsari)