Siapa
yang tak mengenal Gangnam Style. Tarian ala menunggang kuda ini dipopulerkan
oleh Park Jae Sang atau lebih dikenal Psy. Kehadiran penyanyi asal Korea
tersebut seakan memiliki magnet dalam menggaet perhatian seluruh masyarakat
dunia. Terbukti, sampai Minggu (30/9), viewer video yang diunggah ke situs
youtube itu mencapai 330 juta.
Di
Indonesia, Gangnam Style layaknya virus yang menjangkiti seluruh lapisan
masyarakat. Mulai dari anak kecil sampai nenek-nenek sekalipun tak sungkan
mempraktikkan tarian menunggang kuda milik Psy. Anak berusia 1 tahun asal
Madura yang belum diketahui namanya, dengan lincah berjoget Gangnam Style.
Refita
Listiawati, salah satu penikmat lagu Gangnam Style mengaku virus
tarian kuda tersebut cepat sekali berkembang dan tidak memandang usia. “Adik
saya ikut merasakan demam Gangnam, padahal usianya masih kecil. Nggak tahu
siapa yang mengajarkan, tiba-tiba sudah bisa joget,” paparnya. Tidak hanya itu,
adiknya juga sering menyanyikan lagu Oppa Gangnam Style di rumahnya.
Perkembangan
Gangnam Style di Indonesia yang tampak pesat ini dikarenakan seringnya media
membicarakan tari ala kuda jingkrak milik Psy. Akibatnya, masyarakat semakin
terbius untuk mempraktikkan tari Gangnam Style. Berbagai parodi serta tutorial
Gangnam Style pun ikut bermunculan.
Selain
itu, perkembangan Gangnam Style juga dapat dilihat dari banyaknya aksi menari
bersama (flashmob) dalam satu bulan terakhir. Seperti yang digelar di Bundaran
Hotel Indonesia (HI), Minggu (9/9) lalu. Aksi ini diikuti hampir seribu orang
yang terdiri dari berbagai usia. Minggu (30/9) kemarin, flashmob diadakan
kembali di Semarang dan Balikpapan. Masing-masing juga diikuti sekitar seribu
peserta.
Menurut
Maulana Ubaidilah, mahasiswa Institut Kesenian Jakarta, fenomena Gangnam Style
dapat berkembang pesat karena keunikan dari lirik, instrumen dan tariannya.
Apalagi, masyarakat Indonesia lebih suka dengan hal-hal yang ringan.
“Sebenarnya kandungan dari lagu tersebut sangat bagus, menyindir kaum sosialita
di daerah Gangnam. Tapi sayang, masyarakat kurang melihat itu,” jelasnya.
Ia
menambahkan, masih ada faktor lain yang mempengaruhi perkembangan gaya Gangnam.
Baginya, pesatnya perkembangan Gangnam Style di Indonesia turut dipengaruhi
tren. “Mereka lebih tertarik dengan hal-hal yang menjadi pembicaraan dunia saat
ini. Padahal, mereka nggak paham maknanya,” papar Maulana.
Namun,
ia menyayangkan sikap masyarakat Indonesia yang berlebihan menanggapi virus
Gangnam. “Masyarakat kita terlalu mudah menerima sesuatu hal yang baru. Jangan
sampai budaya kita sendiri yang dilupakan,” tambahnya.
Sedangkan,
Bambang Prihadi sebagai pegiat seni berpendapat, seni populer seperti itu tidak
jauh beda dengan banyak produk sebelumnya yang booming dan banyak digemari
masyarakat. Namun, tak lama kemudian hilang bak bumbungan asap. “Padahal, karya
seni dan produk budaya pada umumnya mesti hadir dalam kenyataan hidup
masyarakat. Kenyataan yang mesti dapat dibaca dengan hati, pikiran, dan jiwa,”
tegasnya.
Hal
seperti itulah yang tidak dimiliki pada masyarakat Indonesia. Mereka cenderung
hanya sebagai pengikut dari gaya yang ada. “Ironisnya masyarakat dibuat buta
dengan produk seni pop yang standar itu, sedangkan Indonesia mempunyai jauh
lebih banyak seni yang menakjubkan,” ungkap Bambang Minggu, (30/9). (Nur
Azizah)