Filsuf dan
Rohaniawan, Franz Magnis Suseno dalam seminar nasional bedah buku yang bertema
Nation and Character Building yang bertempat di Auditoruim Harun Nasution, UIN
Jakarta, Kamis (11/10) berpendapat, jika suatu bangsa ingin keluar dari
keterpurukan diperlukan manusia yang berkarakter. “Orang yang tidak berkarakter
yaitu orang yang tidak berpendirian dan tidak punya sikap,” ujarnya.
Seseorang
yang berkarakter dapat menggunakan nalarnya sebagai tumpuan untuk mengambil
suatu sikap. Nalar tersebut digunakan sebagai komitmen pengambilan keputusan
untuk mendapatkan kebenaran berdasarkan hati nurani.
Menurut
Pakar Psikologi Universitas Indonesia, Hanna Djumhana Bastaman, karakter tidak
hanya menjadi seseorang yang baik tetapi melalui keberanian untuk menjalankan
kebaikan tersebut. “Sesungguhnya karakter berada dalam jiwa setiap manusia,”
ujarnya.
Ia
mengatakan, pembentukkan karakter bangsa dapat dimulai melalui diri sendiri.
“Anak bangsa, pemimpin, partai politik, yang berkarakter sesuai dengan ajaran
pancasila akan berkembang,” tegasnya.
Menurutnya,
bangsa Indonesia sudah memiliki sistem yang bagus, hanya saja orang-orang yang
menjalankannya tidak memiliki karakter. Sehingga banyak ditemukan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) ataupun tawuran antar pelajar.
Pembenahan karakter
Zaitunah
Subhan, Dosen Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
berpendapat, akademik merupakan wahana pembangun bangsa dan menumbuhkan
karakter. Dalam hal ini, proses
pendidikan membangun karakter tidak pernah ada hentinya.
Ia
menambahkan, ruang lingkup sasaran pembentukkan karakter dalam kebijakan
nasional Pemerintah Republik Indonesia 2010 ditetapkan dalam tujuh bagian,
yaitu: keluarga, pendidikan, pemerintah, masyarakat sipil, masyarakat politik,
dunia usaha, dan media massa.
Baginya,
pembenahan pendidikan karater dapat diawali melalui Islamic teaching, yakni dengan memprioritaskan
akhlak mulia. Hal tersebut dapat dilakukan dari kebiasaan yang kecil, sehingga
ajaran tersebut akan berkembang menjadi sesuatu yang besar.
Pembangunan
karakter bangsa dari manusia sebagai individu jika diajarkan terus-menerus akan
mendidik manusia sebagai individu menjadi manusia berkarakter sebagai bangsa.
“Pembangunan nasional dapat membangun manusia seutuhnya,” ujarnya.
“Modernisasi
yang masuk ke dalam diri manusia Indonesia dapat menjadi modal yang besar untuk
menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang modern. Namun, modern saja
tidak cukup sebab tanpa adanya kepribadian, bangsa akan salah arah dan
berakibat pengembangan sumber daya manusia menjadi rendah,” tambah Zaitunah
Subhan.
Mengenai hal
tersebut, Zaitunah menambahkan bahwa moralitas pendidikan adalah serupa dengan
semboyan dari Ki Hajar Dewantara ing ngarso sung tulodho, ing
madyo mangun karso, tutwuri handayani yang berarti di depan
memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan.
Menanggapi
hal tersebut, Mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, yang turut
menjadi pembicara dalam seminar bedah buku, berpendapat bahwa kurangnya filter
terhadap modernisasi di Indonesia menyebabkan bangsa ini mengalami penurunan
karakternya sehingga gotong royong melemah dan masyarakat mulai mencari hal-hal
baru.
Melunturnya karakter bangsa
Ketua
Yayasan Jati Diri Bangsa, Soemarso Soedarsono, berpendapat, melunturnya
karakter bangsa saat ini adalah kelanjutan dari proses yang berlangsung sejak
bangsa ini tidak lagi meneladani Founding Fathers.
Soemarso
Soedarsono menjelaskan, saat ini karakter bangsa sedang berada dalam keadaaan
cenderung rusak. Hal tersebut terbukti dari fakta bahwa Indonesia adalah negara
terkorup di dunia. Padahal di lain sisi, banyak anak bangsa yang meraih
prestasi dalam bidang matematika, fisika, dan lainnya.
Hal tersebut
menimbulkan pertanyaan, apakah kepandaian tidak mengiringi karakter bangsa
Indonesia?“Knowledge is power, but character is more,” ujar
Soemarso Soedarsono yang biasa disapa Marno
Menurut
Marno, seharusnya pendidikan menghasilkan seseorang yang berkarakter, yang
bermuatan pengetahuan untuk memberikan bobot pada penampilannya. Seseorang yang
berkarakter akan selalu tampil dengan sikap yang terpuji dan menerapkan
kebajikan.
Ia menambahkan,
arti karakter bagi kehidupan manusia sama dengan kemudi bagi kapal. Jadi,
karakter adalah kemudi bahtera bagi manusia. “When weal this lost, nothing is
lost. When health is lost, something is lost. But when character is lost,
everything is lost, yang berarti ketika harta hilang, tidak ada
yang hilang. Ketika kesehatan hilang, ada sesuatu yang hilang. Namun, ketika
karakter hilang, segalanya hilang,” tambahnya.
Mengutip
perkataan mantan Presiden Indonesia Pertama, Soekarno, bangsa ini harus dibangun
dengan mendahulukan pembangunan karakter. Karena pembangunan karakter inilah
yang akan membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, megah, jaya,
sejahtera, dan bermartabat. Kalau pembangunan karakter ini tidak dilakukan,
maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.
Gita Nawangsari