Seni kriya
atau kerajinan tangan
yang bersifat sederhana disajikan dalam
pameran kriya yang
bertajuk “Kriya Indonesia: Reposisi”. Bertempat di
Galeri Nasional Indonesia
Jakarta, pameran tersebut dibuka
selama sepuluh hari, dari tanggal 14-24 September. Pameran itu
dibuka atas kerjasama
Galeri Nasioal Indonesia, Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan, dan Kementrian
Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif.
Pameran tersebut
diikuti oleh 60
orang seniman dengan
75 karya yang
dipamerkan. Para seniman
berasal dari kalangan
seniman tradisional, seniman kriya (artist craftman), dan para designer
atau perancang. Mereka berasal
dari Jakarta, Bandung, Cirebon,
Jogjakarta, Solo, Denpasar, Jatiwangi, Gorontalo, Malang, Surabaya, bahkan ada
pula yang berasal
dari Papua. Karya yang
ditampilkan masing-masing berupa
kriya dari material
keramik, stonewere and
glaze, kain tenun dan
batik, logam tembaga, perak,
perunggu, rotan, kayu, anyaman, perhiasan, furniture,
lampu, kain, dan sulaman benang.
Kurator pameran
tersebut, Asdmudjo Irianto dan
Rizki .A. Zaelani, membagi
tiga kategori kriya, yakni
kriya tradisi dan
budaya, kriya seni, dan
kriya industri dan
perdagangan,. Menurut
penjelasan mereka dalam
rilis di awal acara, kriya
tradisi dan budaya
mengacu pada karya
kriya yang mengolah, menafsirkan, dan mengangkat
kembali tradisi, baik
berupa bahan maupun
konsep.
Sementara itu, kriya
seni adalah kriya
yang pengolahan konsep
dan penyampaiannya telah
melampaui keahlian manual
dalam medium material
terpakai. Sedangkan untuk kriya
industri dan perdagangan, kurator mencontohkan
kumpulan patung keramik
berwarna putih berbentuk
perempuan Bali dengan
label Perlan. Patung tersebut
merupakan salah satu
potensi kriya industri
Indonesia.
Beberapa karya
yang dipamerkan antara
lain karya dari
Yuyun Sofiah Karlina.
Karya
Yuyun adalah patung
badut dari bahan
material stonewere dan glaze.
Patung badut yang kepalanya tertunduk itu memakai topi kerucut dari kertas dan
sepatu yang kebesaran. Judul dari karya
tersebut adalah “You
Know He Sad”.
Menurut salah
satu pengunjung, Indri Cherry
Novita, Yuyun tampaknya sengaja
lebih bermain dengan
detail kesedihan lewat
karakter wajah dari
badut. Baginya, karya tersebut menarik dari sudut pandang estetik. “Saya memang
kurang mengerti seni, tapi
badut biasanya lucu, membuat
orang tertawa. Kali ini, patung
badut Yuyun sedang
tersenyum, tapi saya merasa
badut itu justru
sedang sedih. Pasti ada maksud di
balik karyanya,” ucap mahasiswa
Desain Interior semester awal Institut
Kesenian Jakarta (IKJ) ini,
Minggu (23/9).
Selain Yuyun, karya
lain yang menyedot
perhatian pengunjung ialah
teko-teko berbentuk unik. Teko
yang dipamerkan terbuat
dari tanah liat. Teko-teko yang
dipamerkan bukan sembarang
teko dengan bentuk
konvensional. Teko-teko ini memiliki
keragaman bentuk yang
cukup unik. Seperti karya
Leonhard Bertolemeus, dengan teko
berbentuk geometris, seperti setengah
lingkaran, kotak, dan segi empat. Karya
tersebut berjudul “Geometric
Pot Series”.
Di sudut
lain, terdapat kriya kain
yang cukup menarik
perhatian. Lembaran kain nan
elok menghias ruas-ruas
dinding. Sebagian ada yang
tergantung, sebagian terurai pula. Pengrajin kain
yang ikut memamerkan
karyanya di Galeri
Nasional Indonesia, antara lain
Abdul Syukur dan
Batik Komat. Keduanya telah
menunjukkan kecintaan pada
kain batik dengan
mempersembahkan karya “Poleng
Nagaraja” dan “Kasultanan
Cirebon”. Selain pecinta batik, ada
pula pengrajin kain
dari bahan sutera, yaitu
Dian Widiawati yang
menampilkan nuansa klasik
melalui karya kain
“Autumn Gold”.
Maradita Sutantio
pun ikut menyumbangkan
karyanya menggunakan teknik
sulam yang bertajuk
“Intimate Stranger(s)”. Selain Maradita, karya sulaman
lain pun tak
kalah indah, seperti karya
Aulia Ibrahim Yaru. Pengunjung dapat
tertipu oleh teknik
Aula yang serupa
mozaik keramik dalam
karya berjudul “Boom”. Padahal, dia hanya
menyulamnya dari bahan
katun. Tak mau kalah, ada
pula karya sulaman
dari Caroline Rika, yang
berjudul “First History”. Sulaman-sulaman itu
seolah membentuk kain
perca. (Gita Juniarti)