Percikan lumpur nan
eksotis pada pagelaran pacu jawi tergambar indah di setiap hasil bidikan
kamera. Adu balap segerombol sapi yang disebut jawi dalam bahasa Minang dalam
melintasi sawah yang basah dan berlumpur membuat efek di dalam setiap foto yang
tercipta. Inilah yang ditampilkan dalam pameran fotografi Pacu Jawi, permainan
adu kecepatan jawi khas anak nagari di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Dengan menampilan
kesederhanaan dan kemeriahan khas permainan anak desa, lebih dari 52 foto karya
sejumlah fotografer ini ditampilkan di Gedung Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta
Selatan. Pameran foto bertajuk “Pacu Jawi, Kuliner dan Pesona Wisata” ini resmi
digelar pada Kamis (20/9) oleh Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga
(BUDPARPORA) Kabupaten Tanah Datar.
Pameran yang
berlangsung hingga 24 September ini menjadi salah satu sarana pengenalan
pariwisata di Kabupaten Tanah datar, khususnya tradisi pacu jawi. Permainan
yang telah menjadi tradisi sejak ratusan tahun silam ini memang sangat lekat
dengan kabupaten tersebut. Tidak hanya menampilkan kemeriahan pacuan sapi di
tengah sawah, kegiatan pacu jawi juga dibarengi oleh keriuhan pawai dan juga
kesibukan saat mendandani sapi sebelum berpacu.
“Kabupaten kami
tidak memiliki tambang dan sektor-sektor lainnya. Untuk itu, sudah sepatutnya
kita membanggakan dan melestarikan sektor pariwisata di Kabupaten Tanah Datar
ini,” tutur Marwan, Kepala Dinas BUDPARPORA yang juga menjadi Ketua Pelaksana
pameran ini.
Marwan menjelaskan,
tradisi pacu jawi di Kabupaten Tanah Datar ini unik dan pantas
dipamerkan. Menurutnya, pacu jawi berbeda dari kegiatan karapan sapi di
daerah lain. Salah satunya, dalam pacuan jawi, sapi-sapi tidak dikendalikan
melalui tali kekang pada lehernya. Namun, sang joki mengendalikan sapi-sapinya
dengan cara mengigit buntutnya.
Ia menambahkan,
pacu jawi juga memiliki keunikan lantaran memiliki nilai filosofis yang
mendalam. Menjadi yang tercepat bukanlah satu-satunya penentu kemenangan dalam
lomba pacuan sapi ini. Namun, salah satu syaratnya ialah sepasang sapi yang
berpacu bersama itu harus berjalan lurus untuk mencapai garis finish. Inilah
yang terkadang membuat perayaan ini sangat dinanti oleh warga Tanah Datar.
Seringkali,
sapi-sapi ini justru membelok dan menabrak satu sama lain. Namun menurut
Marwan, karena keunikan itulah, pacu jawi berhasil mengundang perhatian lebih
dari 300 fotografer lokal dan mancanegara berlomba untuk mendapatkan gambar terbaiknya
di setiap pagelaran tradisi ini dilaksanakann. “Kini kami telah menyeleksi
sejumlah foto terbaiknya untuk dipamerkan pada pagelaran foto Pacu Jawi ini,”
tambah Marwan.
Tidak hanya
menampilkan keindahan karya fotografi seputar kegiatan pacu jawi, acara pameran
ini juga menyuguhkan sejumlah kerajinan tangan dan produk kuliner khas Tanah
Datar. Sejumlah masyarakat Minang kelahiran Tanah Datar pun hadir memenuhi
setiap sudut di tempat acara ini berlangsung. “Selain misi pariwisata, kami
juga menjadikan momen ini sebagai ajang silaturahmi orang-orang berdarah Tanah
Datar, baik perantau maupun non-perantau,” tandas Marwan.
Suci Aprilia, wanita berdarah Tanah Datar yang menjadi
pengunjung pameran mengungkapkan kekagumannya. Ia menuturkan, kolaborasi budaya
dan fotografi ini sangat apik dalam memperkenalkan pariwisata Tanah Datar.
“Pacu jawi ini unik dan tidak dapat dilihat setiap hari. Untuk itu, saya sangat
tertarik untuk datang pada acara pameran ini. Selain itu, momen ini juga
menjadi kesempatan untuk bertemu dengan sesama keturunan Tanah
Datar,”tuturnya. (Adea Fitriana)